Yogyakarta, 13 November 2023—Tidak jarang jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh negara menuai polemik, misalnya mengenai kewajiban iuran peserta. Persoalan seperti tunggakan iuran hingga komitmen pemerintah yang dipertanyakan menjadi penyebab belum tercapainya cakupan kesehatan semesta atau universal health coverage (UHC). Pada rangkaian Research Days 2023, Fisipol UGM menyelenggarakan seminar publik bertajuk “Sinergitas dan Kolaborasi Strategis dalam Implementasi Universal Health Coverage (UHC) di Indonesia”.
Dekan Fisipol, Wawan Mas’udi, Ph.D., mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan satu bagian penting dari tata kelola jaminan kesehatan nasional. “Kalau di dalam era sekarang di mana semua hal harapannya digitalisasikan yang paling pokok adalah ketersediaan infrastruktur digital di semua tempat,” sebut Wawan mengawali seminar. Tata kelola UHC memang tidak dapat dipisahkan dari ketimpangan infrastruktur digital di Indonesia. Meskipun demikian, Wawan juga menggarisbawahi potensi sumber daya daerah sebagai penunjang pencapaian UHC. Hal ini diamini oleh Walikota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution, S.E., M.M. Ia membagikan pengalaman Medan sebagai salah satu kota terbaik (best practice) UHC. Bobby menjelaskan bahwa kolaborasi dan pemanfaatan sumber daya daerah merupakan formula dari keberhasilan ini. Secara khusus Kota Medan memiliki anggaran untuk menutup kekurangan dalam jaminan sosial yang disediakan oleh pemerintah pusat. “Bagaimana sebenarnya kekuatan fiskal suatu daerah ini tentu mempengaruhi tetapi gerakan kolaborasi selalu mempengaruhi,” jelas Bobby.
Formula ini disetujui oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Prof. Dr. Ir. R. Nunung Nuryanto, M.Si. Menurutnya, dana hasil bagi dan pajak yang diterima oleh pemerintah daerah dapat dialokasikan untuk menunjang ketercapaian UHC. Komitmen pemerintah daerah tentu saja sarat akan unsur politik. Dinamika perpolitikan suatu daerah akan sangat mempengaruhi komitmen pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya. Pada kesempatan yang sama, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Dr. dr. Mahlil Ruby, M.Kes., juga berpendapat bahwa komitmen politik memang menjadi syarat utama dari suksesnya UHC di Indonesia.
Menutup seminar ini, Dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, Dr. Ambar Widaningrum menegaskan bahwa jaminan sosial harus dilihat sebagai sebuah modal suatu negara. “Sekali lagi yang namanya pendidikan [dan] kesehatan itu sebetulnya modal tahan lama, durable capital,” jelas Ambar. (/gmb)