Berhasil mendapatkan beasiswa keluar negeri memang menjadi impian sebagian besar mahasiswa. Namun, proses hingga berhasil mendapat beasiswa tentu membutuhkan persiapan yang panjang. Untuk mendukung persiapan tersebut, Career Development Center (CDC) secara rutin mengadakan Scholarship Talk sebagai salah satu upaya awal dalam mempersiapkan proses pendaftaran beasiswa. Pada kesempatan kali ini (09/03) CDC mengusung tema “Beasiswa Australia Awards”. Acara ini menghadirkan Nur Azizah dan Matahari Farransahat selaku penerima Australia AwardsScholarship(AAS) sebagai pembicara.
Matahari yang biasa dipanggil Faiz ini menempuh pendidikan pascasarjana di Adelaide University dengan mengambil konsentrasi pada isu Health Economics and Policy. Faiz mengakui bahwa keberuntungan adalah faktor terbesarnya dalam mendapatkan beasiswa Australia Awards. “Bahasa Inggris saya cukup buruk. Saat ingin mendaftar skor TOEFL hanya 470-an, baru tes kedua bisa sampai 500. Ya setidaknya itu bisa buat daftar,” ungkapnya.
Faiz juga menceritakan bagaimana proses sampai bisa menerima beasiswa Australia Awards. Dosen Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan ini mengaku sejak awal kuliah S1 sudah mempunyai mimpi untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Namun dengan kemampuan bahasa yang masih dirasa buruk, Faiz tidak berani untuk segera mendaftar. “Setiap ada pameran pendidikan selalu datang tapi tidak pernah berani mendaftar,” tambahnya. Sampai akhirnya ia memberanikan diri untuk mendaftar beasiswa Australia Awards karena dorongan dari istrinya.
“Kenapa Australia Awards? Karena program ini bisa menerima skor TOEFL 500. Jadi saya sangat memanfaatkan kesempatan ini. Meski banyak kriteria yang belum terpenuhi, tapi saya coba saja,” paparnya.
Australia Awards memang menerima peserta yang memiliki skor TOEFL 500, hal yang dibenarkan oleh Aziz. Aziz mengungkapkan bahwa Australia Awards menyediakan fasilitas training Bahasa Inggris selama 9 bulan bagi peserta yang telah lolos. “Proses training-nya di Bali dan dapat uang saku juga. Bayangkan 9 bulan di Bali belajar Bahasa Inggris dan dapat uang. Pasti sangat menyenangkan,” ungkapnya.
Menurut Aziz, kemampuan berbahasa memang hal yang sangat penting baik untuk kepentingan mendaftar beasiswa maupun saat proses perkuliahan. Namun, baginya, konsisten dan komitmen adalah hal utama dalam memperjuangkan beasiswa ke luar negeri. Hal ini mengingat bahwa kuota penerimaan beasiswa sangat terbatas dengan jumlah pendaftar sangat banyak.
“Saya sudah 4 kali apply 4 kali ditolak supervisor, di Australia Awards juga daftar 2 kali yang pertama hanya sampai tahap wawancara. Tapi saya tidak pernah menyerah, selalu mencoba terus. Ya memang untuk memperjuangkan beasiswa harus konsisten dan komitmen.” Ujarnya.
Aziz menambahkan bahwa konsisten dan komitmen bukan hanya mencegah kita untuk berhenti mencoba, tetapi juga dibutuhkan dalam proses membangun Curriculum Vitae (CV). Australia Awards mencari orang-orang yang mempunyai potensi untuk berkontribusi kepada negerinya. Oleh karena itu, CV adalah kunci awal yang memperlihatkan pantas atau tidaknya lamaran beasiswa diterima Australia Awards.
Aziz menyarankan untuk mulai membuat CV sesuai dengan bidang yang ingin digeluti. Selain itu, menyesuaikan bidang-bidang yang sedang disoroti oleh Australia Awards juga menjadi strategi penting untuk bisa lolos. “Australia Awards lebih banyak konsen pada isu-isu tentang pemberdayaan, politik, kemiskinan, bidang yang memang akan diaplikasikan di negara asal,” ungkap Aziz.
Hal inilah yang juga dilakukan oleh Faiz. Dari Awal karirnya Faiz konsisten dan komitmen di bidang pemberdayaan dan penelitian meskipun hanya melalui kerja freelance maupun kegiatan voluntary. (/ran)