Masalahnya, banyak organisasi/korporasi terkadang gaduh saat krisis terjadi dan membuat situasi menjadi tidak menentu bahkan semakin parah. Hal itu dikarenakan waktu yang ada justru dihabiskan untuk menyusun rencana dan aksi-aksi ketika krisis sudah terjadi. Maka dari itu, fase pra-krisis menjadi sangat penting di mana kita ada dalam situasi yang alert (selalu siap) dengan situasi krisis.
“Proses pra-krisis itu idealnya adalah bagaimana kita bisa memanajemen isu setiap hari dengan melakukan issue monitoring, media monitoring, dan social listening. Itu sebenarnya navigasi kita untuk bisa mengidentifikasi kapan kira-kira akan terjadi krisis,” tutur Adita Irawati.
Adita menambahkan, selain harus memiliki navigasi, sistem, dan manual, organisasi/perusahaan juga perlu melakukan simulasi. Meskipun krisis tidak terjadi pun, simulasi tetap harus dilakukan agar kita selalu punya sense dalam situasi alert.
Adapun pandemi COVID-19 termasuk bencana non-alam yang diakibatkan oleh virus dan berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat karena berpotensi mematikan. Hal ini tentu menjadi krisis karena belum pernah terjadi sebelumnya, perlu penyesuaian dari waktu ke waktu, belum ditemukan obatnya, dan ditularkan melalui manusia.
“Ketika sebuah isu sudah menimbulkan hal-hal yang merugikan, di situlah isu sudah menjadi sebuah krisis yang harus bisa ditangani, dilakukan crisis management dan tentu komunikasi dengan baik,” ucap Adita Irawati.
Lebih lanjut, Adita menerangkan bagaimana krisis diantisipasi. Pertama, peramalan (forecasting) yang merupakan bagian dari pra-krisis untuk mengukur peluang dan ancaman jika terjadi krisis dan bagaimana mengatasinya. Kedua, pencegahan (prevention) dengan selalu melakukan monitoring dan evaluasi terhadap berbagai proses di organisasi/perusahaan. Ketiga adalah intervensi/penanganan (intervention) yang bertujuan untuk mengakhiri krisis, dan meminimalisasi dampak krisis.
“Bagaimana crisis communication itu bagian penting dari crisis management itu sendiri adalah jika kita tidak bisa menangani komunikasinya dengan baik, itu akan menimbulkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi dan itu bisa fatal bahkan menghilangkan kepercayaan khalayak terhadap organisasi/perusahaan itu sendiri,” ungkapnya.