Workshop Candradimuka sebagai salah satu rangkaian dari kegiatan Ajisaka digelar pada Sabtu, (28/10) di Gedung BA 101, Fisipol. Workshop ini disponsori oleh Dentsu Aegis Network, dengan tema “Hybrid Marketing Communication”, yang dihadiri oleh Janoe Arijanto (CEO Dentsu One), Wisnu Satya Putra (Head of Isobar Indonesia), dan Raymond (Creative Director Dentsu Digital Division) sebagai pembicara dengan materi yang berbeda-beda. Peserta acara tersebut ialah finalis Ajisaka, dan mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi UGM. Salah satu materi yang dibahas dalam workshop ini adalah “Digital Transformation and Social Campaign” oleh Wisnu Satya Putra. Dalam kesempatan tersebut Wisnu menjelaskan bagaimana teknologi digital menjadi basis dan mengubah kehidupan saat ini. “Ngomongin digital nggak akan ada habisnya, meskipun dalam waktu satu minggu. Dunia digital sama halnya dengan welcoming new changes yang ada di seluruh dunia.” Tuturnya.
Dunia digital tidak dapat dilepaskan dari 3 poin pokok yang terdiri dari: perubahan kebiasaan, munculnya berbagai macam layar, dan beragamnya touch points. Poin pertama yaitu perubahan kebiasaan, bahkan sangat dirasakan oleh masyarakat. Salah satu contohnya adalah perubahan pola perilaku membeli masyarakat dari transaksi langsung, menjadi transaksi online. Kebiasaan-kebiasaan yang muncul karena adanya transformasi digital terjadi karena hadirnya berbagai macam layar/screen yang menyodorkan banyak informasi kepada masyarakat. Dimulai dari handphone pribadi, hingga big screen yang disediakan ditempat-tempat publik membuat masyarakat banyak diterpa informasi. Alhasil, touch points sebagai media yang mengeksposure informasi kepada masyarakat di kehidupan sehari-hari menjadi sangat beragam. Beberapa contoh touch points yang kerap ditemui adalah media sosial seperti: Instagram, Youtube, Whats App, dan Line, dan media konvensional seperti: media cetak, baliho, televisi, dll.
Adanya fenomena transformasi digital ini juga menyebabkan banyak perubahan di masyarakat. Salah satu perubahannya berkaitan dengan konsumsi penggunaan internet di Indonesia yang meningkat dari tahun ke tahun, baik secara jumlah penggunanya, maupun rata-rata kuota yang dihabiskan perbulan. Dalam data yang ditampilkan Wisnu, tertera peningkatan dari 30% menjadi 64% pengguna internet di Indonesia. Rata-rata jumlah kuota yang dihabiskan juga meningkat dari 500 Mb pada tahun 2015, menjadi 8 Gb di tahun 2017. Perubahan tersebut merupakan contoh perubahan sederhana yang jelaskan oleh Wisnu. Lebih kompleks lagi, terdapat beberapa perubahan yang terjadi di masyarakat akibat transformasi digital. Dalam sub tema changing the landscape, Wisnu menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi karena adanya transformasi digital, seperti: koneksi antara dunia nyata dan dunia virtual, adanya gap antara toko dan retail online, dan terciptanya kedekatan antara brand experience dengan transaksi. Pada intinya, dalam konteks pemasaran, transformasi digital telah membuat perubahan yang besar dalam berbagai sistem.
Dari fenomena transformasi digital, banyak hal yang ditemukan ketika digali lebih dalam. Salah satu yang dijelaskan Wisnu adalah conversation as the beauty of digital. Menurut Wisnu, conversation atau percakapan adalah ujung dari pemanfaatan fenomena digital. “The more conversation, the more we get expose,” ujarnya. Dalam pemanfaatannya untuk mempromosikan brand, conversation dapat menjadi baik, jahat, maupun mendukung brand itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan cara untuk membangun conversation untuk mendukung brand dengan memanfaatkan media digital. Satu cara yang dijelaskan Wisnu berkaitan dengan konteks dan konten. Wisnu menjelaskan bahwa dari hubungan antar keduanya, konten bukanlah komponen yang terpenting, tetapi kontekslah. “Content isn’t the king, context is,” menurutnya. Oleh karena itu, diperlukan sebuah metode yang disebut kontekstual konten dalam menginformasikan sesuatu.
Kontekstual konten biasanya digunakan sebagai cara dalam merancang program kampanye. Konteks sendiri diartikan sebagai susasana atau momentum, sehingga kontekstual konten berkaitan dengan bagaimana membuat kampanye yang sesuai dengan konteks. Salah satu contoh pemanfaatan kontekstual konten, pernah diterapkan Wisnu dalam kampanye produk Bye-Bye Fever dengan nama #LebaranAdem. Dengan menyasar kepada anak muda, Wisnu menggunakan momentum lebaran sebagai konteks kampanye. Lebaran digunakan sebagai konteks bukan karena momen hari raya, tetapi karena lebaran merupakan sebuah moment yang banyak mendatangkan pertanyaan seperti “kapan lulus?”, “kapan nikah?”, dan “kapan punya anak?” yang membuat anak muda geram. Berangkat dari fenomena tersebut, Wisnu dengan timnya membuat kampanye #LebaranAdem dengan memanfaatkan media sosial.
Selain kampanye #LebaranAdem, Wisnu juga menjelaskan beberapa contoh kampanye lain yang menerapkan kontekstual kontek. Yang menarik, kampanye yang yang dicontohkan merupakan kampanye online, yang memanfaatkan media sosial dengan media dan platform yang berbeda-beda. Dalam workhsop ini, Wisnu memberikan insight kepada para peserta mengenai fenomena social campaign yang terjadi karena adanya transformasi digital. Di akhir workhsop, Wisnu memberi penjelasan mengenai beyond conversation, sebagai pertanyaan mengenai langkah yang akan dilakukan di era digital mendatang. Selain itu, ia juga memberikan sebuah quotes kepada peserta yang berbunyi, “Digital is all about conversation. we have to be at the right conversation, at the right time, and at the right moment.” (ASA)