Selasa (5/5) siang, Institute of International Studies (IIS) UGM menyelenggarakan kuliah umum bertajuk Bilateral Relations Between Indonesia and South Korea. Acara ini menghadirkan H.E Cho Tae-Yong, Ambassador of the Republic of Korea in Indonesia sebagai pemateri dan Suci Lestari Yuana, MIA (Dosen Hubungan Internasional) sebagai moderator. Kuliah umum yang bertempat di Ruang Seminar Timur Lt. 2 ini, diikuti tidak hanya dari Jurusan Hubungan Internasional, tetapi juga dari Jurusan Bahasa Korea dan Psikologi. Kegiatan ini merupakan bagian dari serial diskusi selama bulan Mei 2015 yang diselenggarakan oleh IIS UGM.
Kuliah yang berlangsung selama kurang lebih 90 menit ini memperbincangkan banyak sekali hubungan dan kebijakkan bilateral antara Indonesia dengan Korea Selatan. Selain memperbincangkan hubungan bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan, kuliah ini membawa dua misi penting. Pertama, ajakan untuk sama-sama menyerukan penolakkan kebijakkan penggunaan senjata nuklir. Terutama yang selama ini dilakukan oleh Korea Utara. Kebijakkan tersebut dinilai mengkhawatirkan bagi hubungan bilateral antar negara terutama di kawasan Asia Pasifik. Kedua, menyerukan bantuan dalam upaya menciptakan perdamaian dan penyatuan (unified) secara damai negara di kawasan Semenanjung Korea.
Hubungan kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Korea Selatan sebenarnya sudah berlangsung semenjak 18 Septermber 1973. Hubungan yang sudah berlangsung selama 47 tahun ini sudah banyak diwarnai dengan berbagai kebijakkan mulai dari bidang ekonomi, pendidikan, pertahanan dan pemerintahan serta kebudayaan.
Di bidang ekonomi, salah satunya ialah kerjasama yang dijalin lewat pembentukan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). Walaupun masih terus digenjot mekanisme dan detil kerjasamanya, CEPA merupakan bentuk kerjasama Indonesia dan Korea Selatan, yang lahir dari penurunan total volume perdagangan antar kedua negara setelah krisis global 2011. Secara khusus untuk meningkatkan investasi dan perdagangan antar kedua negara, kerja sama tersebut merupakan upaya untuk mendongkrak volume perdagangan terutama dalam hal investasi langsung perusahaan Korea Selatan di Indonesia. Melalui CEPA, total volume perdagangan bilateral keduanya akan diharapkan akan mencapai US$100 milyar pada 2020.
Kemudian di bidang pertahanan. Di bidang ini, kerjasama Indonesia dan Korea Selatan terjalin lewat adanya pengiriman 16 trainer (pelatih) pesawat tempur T-50i ke Indonesia. Kerjasama ini terjalin setelah Indonesia membeli 16 pesawat tempur tersebut oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011 senilai US$400 miliar. Selain itu, kerjasama yang lain lewat pembuatan proyek bersama pesawat jenis fighter T Golden Eagle senilai US$ 8 miliar. Kerjasama itu rencananya akan berlangsung pada 2014-2025.
Selanjutnya, dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Dalam hal ini kerjasama bilateral ini terlihat dari adanya pertemuan Komite Budaya Indonesia-Korea Selatan di Yogyakarta pada 2008. Selain itu, kerjasama itu terlihat dari peningkatan mahasiswa/pelajar Indonesia yang belajar di Korea Selatan hingga mencapai 1400an mahasiswa per November 2014. Selain itu, pemerintah Korea Selatan juga menyediakan beasiswa bagi warga Indonesia untuk belajar Bahasa Korea di Korea Selatan. Terakhir, pada 2013 ada penandatangan MoU kerjasama mengenai Industri Kreatif antara kedua negara.
Sementara itu, menanggapi mengenai isu nuklir di Semenanjung Korea, H.E Cho mengakui bahwa proyek-proyek senjata nuklir yang digalakkan oleh Pemerintah Korea Utara sangat mengkhawatirkan. Proyek tersebut tidak hanya mengancam hubungan bilateral Indonesia dan Korea Selatan tetapi juga hubungan bilateral negara-negara di Asia Pasifik. H.E Cho juga mengajak mahasiswa untuk peduli mengenai isu senjata nuklir tersebut. “Lebih baik program pembuatan senjata nuklir dialihkan pada bidang peningkatan ekonomi masyarakat di sana. Mengingkat masyarakat di sana lebih membutuhkan pangan yang murah daripada sebuah proyek senjata nuklir,” tutur Cho pria yang pernah menjadi salah satu delegasi dalam Koreans Peninsula Nuclear Issues.
H.E Cho juga berharap Indonesia dapat membantu terjadinya keberlanjutan perdamaian di Semanjung Korea antara dua negara. Ia juga mendorong agar terwujudnya penyatuan negara di Semenanjung Korea secara damai. “Mari kita bersama-sama menciptakan dunia yang lebih baik untuk tempat tinggal kita bersama secara damai dan secara khusus di Semenanjung Korea,” tutup Cho. (D-OPRC)