Diskusi tersebut turut mengundang Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Ir. Panut Mulyono dan Dekan FISIPOL UGM Dr. Erwan Agus Purwanto yang keduanya membuka launching buku dengan memberikan sambutan.
Dalam sambutannya, Prof. Panut menyampaikan apresiasi dan ucapan selamat kepada empat penulis yang telah berhasil menerbitkan bukunya. Di samping itu, Ia juga menyampaikan bahwa kegiatan menulis buku bukanlah suatu hal yang mudah, tentu perlu mencari dan mengumpulkan data yang akurat untuk mendukung adanya penulisan buku.
“Menulis buku bukanlah suatu hal yang mudah, perlu memiliki keterampilan dan dukungan data yang kuat untuk keberhasilan. Harapannya, dengan adanya seminar dan diskusi ini, mampu mendorong semangat mahasiswa – mahasiswa UGM untuk membaca dan menulis buku,” jelas Prof. Panut.
Dalam buku Expanding Horizons: Indonesia’s Regional Engagement in The Indo-Pacific Era, terdapat empat pokok bahasan yang masing – masing ditulis oleh ke-empat pembicara di atas. Dr. Jeffrey Wilson merupakan penulis pada part Introduction
“Buku ini menjelaskan tentang adanya konsep baru dari ruang regional di Asia. Sangat penting untuk memperluas pengetahuan tentang ruang di Asia, karena adanya geografi ekonomi baru di Asia dan hal-hal yang mengkoneksikan antara negara-negara di Asia,” papar Dr. Jeffrey.
Menurutnya, adanya pergeseran di Indo-Pasifik merupakan fenomena yang perlu diperhatikan. Dan adanya pergeseran ini, secara resmi di adopsi oleh beberapa negara, yaitu Amerika Serikat, Jepang, India dan Australia dan secara informal tercermin dalam kebijakan luar negeri baru di antara negara-negara ASEAN.
Dr. M. Faris Al-Fadhat, dalam chapternya yang berjudul Regional Value Chains and The Internationalisation of Indonesian Business, memaparkan mengenai ekspansi internasional perusahaan – perusahaan di Indonesia dan pergeseran arah bisnis Indonesia dalam dua dekade terakhir.
Dalam konteks ekonomi politik, hubungan bisnis antara Indonesia dan Australia bersifat fluktuatif. Kepentingan Indonesia dalam berhubungan bisnis dengan Australia adalah akses pasar untuk produk pertanian dan jasa keuangan. Namun, beberapa hal yang membuat hubungan tersebut tidak berjalan mulus adalah terjadinya defisit perdagangan Indonesia dengan Australia dan ketidakmampuan produsen Indonesia untuk memenuhi standar tinggi Australia untuk produk makanan. Pembahasan mengenai hal hubungan perdagangan Indonesia dan Australia tersebut ditulis oleh Dr. Poppy Sulistyaning Winanti pada chapter Indonesia’s approach to trade relations with
Australia: IA-CEPA and RCEP negotiations.
“Meskipun secara geografis letak Indonesia dan Australia tidak begitu jauh dan mudah dijangkau. Namun, dalam konteks Ekonomi Politik, keduanya tetap memiliki standart yang berbeda jauh,” jelas Dr.Poppy.
Sebagai penutup, Kyle Springer menjelaskan chapter yang ditulisnya. Ia menjelaskan mengenai adanya hubungan yang hilang dalam hubungan ekonomi Indonesia dan Australia. Indonesia dan Australia memiliki volume perdagangan bilateral yang rendah. Menariknya, Kylie memberikan solusi atas hal tersebut, yaitu Indonesia harus mengambil pendekatan regional dalam hal keterlibatan ekonomi dan Indonesia harus berinisiatif di wilayah regional dalam perkembangan infrastruktur baru. (/pnm)