Dalam melihat fenomena bonus demografi, Pungkas menganggap, fase ini dapat dikatakan “bonus” ketika jumlah usia produktif yang lebih banyak dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, ketika jumlah usia produktif yang banyak tidak membawa manfaat maka fase tersebut hanyalah berupa perubahan struktur jumlah penduduk berdasarkan umur.
Menurut Pungkas, salah satu cara untuk memaksimalkan potensi bonus demografi yaitu dengan menerapkan konsep human capital atau modal manusia.
“Human capital itu adalah kunci bagaimana gabungan antara pengetahuan dan skill yang dimiliki seseorang dapat memberikan nilai di dalam pertumbuhan ekonomi,” kata Pungkas.
Pungkas menjelaskan bahwa human capital sendiri memiliki beberapa unsur. Pertama adalah capacity yang diukur dari pendidikan formal. Kedua adalah development, yaitu bagaimana seseorang mengembangkan ketrampilan mereka setelah lulus dari sekolah formal. Unsur selanjutnya yaitu know-how, spesialisasi ketrampilan pada dunia kerja.
“Kemudian yang terakhir adalah pengaplikasian ketrampilan yang sudah dipelajari pada dunia kerja yang disebut sebagai deployment,” jelas Pungkas.
Sayangnya, Indonesia masih sering kali terbentur permasalahan minimnya lapangan kerja. Meskipun secara human capital dikatakan siap, tetapi jika tidak ada lapangan kerja yang tersedia, maka akan menjadi sia-sia.
“Human capital dapat menjadi konsep ekonomi ketika ada kesesuaian dengan kebutuhan pasar,” kata Pungkas.
Saat ini, peringkat Human Capital Index (HCI) Indonesia pada tahun 2017 berada di urutan 65 dari 120 negara dengan rata-rata nilai 62,19. HCI sendiri dengan Gross National Income (GNI) saling berkorelasi, jika angka HCI naik maka GNI juga akan mengalami penaikan.
Pungkas menjelaskan, nilai Indonesia masih rendah pada bidang inovasi, teknologi, dan efisiensi pasar tenaga kerja. Selain itu, produktifitas Indonesia juga terbilang rendah. Hal ini dikarenakan ketrampilan yang belum memadai dan kurangnya dukungan infrastruktur. Padahal, produktifitas sendiri sangat berpengaruh pada angka HCI.
Untuk mengatasi permasalahan produktifitas rendah dibutuhkan banyak perubahan. Pertama dibutuhkan orang yang berkualitas dan kompetitif sumber dayanya dengan pertumbuhan populasi yang harus seimbang.
“Harus dibangun generasi yang sehat dan berpendidikan, setelah pendidikan selesai maka harus diasah ketrampilannya agar bisa bekerja, selanjutnya diperlukan akses ke perbankan atau finansial serta kemampuan akses internet dan akses lainnya sehingga dapat tercapai kualitas manusia yang diinginkan,” kata Pungkas.
Selain itu, menurut Pungkas, untuk meningkatkan profuktifitas juga dibutuhkan pembelakan diri agar ketika mencapai usia lansia tetap aktif dan produktif.
Selanjutnya, permasalahan yang masih dihadapi Indonesia terkait kualitas manusia adalah stunting atau kekurangan asupan gizi pada anak. Pungkas mengatakan bahwa stunting adalah permasalahan yang serius karena berdampak pada pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktifitas. Anak yang mengidap stunting juga cenderung lebih rentan terkena penyakit tidak menular.
Untuk meningkatkan produktifitas, Indonesia juga harus memberikan perhatian lebih pada tenaga kerja perempuan. Pungkas menjelaskan bahwa partisipasi tenaga kerja perempuan di Indonesia masih rendah. Padahal, jika ingin pertumbuhan ekonomi yang baik, dibutuhkan peningkatan partisipasi perempuan dalam dunia kerja.
“Harus ada fasilitas bagi perempuan seperti waktu cuti hamil yang memadai sehingga dapat terciptanya lingkungan kerja yang mendukung perempuan untuk bekerja,” kata Pungkas.
Pungkas juga mengatakan bahwa pemerintahan yang baik dan bersih tanpa korupsi juga dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi pada fase bonus demografi.
“Jadi jika ingin bonus demografi benar-benar terjadi di Indonesia, kita perlu menciptakan generasi yang sehat dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia agar terciptanya masyarakat yang produktif dengan ketrampilan dan pengetahuan yang memadai untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi,” kata Pungkas. (/hsn).