Maret di Fisipol dibuka dengan seri One Week One Alumni yang diselenggarakan di Digilib Cafe, Fisipol UGM pada Kamis (1/3). Bertajuk “Aktivisme Zaman Now, Be Ready!”, One Week One Alumni mengundang Mokh.Sobirin yang merupakan alumni Departemen Politik Pemerintahan tahun 2001. Sobirin sendiri merupakan Direktur dari Yayasan Desantara, sebuah non-governmental organization (NGO) yang bergerak di bidang penguatan komunitas, terutama kalangan minoritas dalam hubungannya dengan isu-isu multikultural dan lingkungan.
Sobirin membuka sesinya dengan menekankan bahwa terdapat pergeseran dan perubahan yang terjadi di dunia. Misalnya dengan fenomena globalisasi yang telah melampaui sekat-sekat nasionalisme tiap-tiap bangsa. Selain itu, menurutnya saat ini kohesivitas dunia telah semakin rapat, hal ini didukung dengan adanya teknologi yang membuat manusia dapat berjejaring satu dengan yang lain.
Proses dunia yang mengalami perubahan tak ayal turut membawa persoalan-persoalan tersendiri. Masalah tersebut antara lain adalah kesenjangan atau inequality, kemiskinan, kelaparan, hingga global warming. Perubahan sendiri bisa dibentuk dari proses pengaruh-mempengaruhi dalam jaringan masyarakat. Hal ini terjadi antara nilai-nilai individu, nilai-nilai yang dimiliki oleh kelompok, dan nilai sosial yang berlaku. “Contoh sederhananya, ketika teman-teman melakukan perubahan kecil pada nilai individu pada diri teman-teman, hal tersebut akan mempengaruhi nilai kelompok maupun nilai sosial secara langsung dan tidak langsung,” ungkap Sobirin. Hal ini yang menguatkan bahwa perubahan sekecil apapun akan memiliki dampak.
Dengan kerapatan jejaring dunia saat ini, menjadi seorang aktivis tidak melulu harus bergabung bersama NGO. Hal ini ditambah dengan keberadaan NGO di Indonesia yang secara jumlah memang masih minim. Dalam konteks ‘zaman now’ yang erat dengan laju digitalisasi yang semakin kencang, Sobirin menyarankan agar aktivis saat ini melakukan pemetaan jejaring orang-orang di media sosial. “Media sosial merupakan alat analisis menarik, utamanya mengingat saat ini dunia telah semakin rapat,” kata Sobirin.
Selain menjadi alat analisis, media sosial juga bisa digunakan sebagai alat untuk melakukan perubahan dan aktivisme, “misalnya kita sekarang tahu soal change.org atau kitabisa.com,” lanjutnya. Platform semacam change.org atau kitabisa.com juga dapat dimanfaatkan menjadi sarana crowdfunding bagi kegiatan-kegiatan yang ingin dilakukan oleh para aktivis.
Kebaruan dalam proses aktivisme ‘zaman now’ juga dapat ditilik dari proses analisis yang dilakukan. Selain melalui media sosial, aktivis saat ini juga dapat menggunakan Discourse Network Analysis (DNA) sebagai alat yang digunakan dalam teknik pengolahan data.
Teknologi dan digitalisasi menawarkan pilihan aktivisme yang lebih beragam namun tetap membawa dampak bagi para aktivis ‘zaman now’. Hal ini dikarenakan media sosial salah satunya, menyediakan akses yang mudah dan cepat bagi para penggunanya. Walaupun ada banyak cara baru untuk memulai aktivisme, memastikan keberlangsungan kegiatan adalah hal yang juga perlu diperhatikan dan NGO secara struktural bisa menjadi alat untuk memastikan hal tersebut. Sobirin pun menambahkan, ditengah beragam perkembangan, melakukan colective action seperti turun ke jalan tetap perlu dilakukan.