Yogyakarta, 26 Juni 2020—Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan event bertajuk Konferensi Bulaksumur periode dua dengan mengusung tema “Beyond the Pandemic: Reinventing Citizenship or Expanding Netizenship?” Pelaksanaan konferensi secara daring ini mendatangkan tiga narasumber ahli, seperti Ismail Fahmi (Pakar Media Sosial dari Drone Emprit dan Founder Media Kernels Indonesia), Dr. Subando Agus Margono, M.Si. (Dosen MKP FISIPOL UGM), dan Dr. Dedy Permadi (Stafsus Menteri Kominfo Bidang Digital dan SDM).
Secara garis besar, topik bahasan yang didiskusikan pada Konferensi Bulaksumur ini adalah merespon terkait adanya fenomena masifnya penggunaan ruang-ruang digital seperti media sosial di tengah berlangsungnya masa pandemi ini. Menariknya, aktivitas digital juga dapat menjadi celah yang digunakan untuk melihat sejauh mana dinamika kondisi kewarganegaraan (citizenship) dan netizenship.
Menanggapi fenomena kondisi kewarganegaraan dalam era digital ini, Dedy Permadi selaku Stafsus Menteri Kominfo menyatakan bahwa dalam keterkaitannya dengan lingkup demokrasi, media sosial menjadi bagian yang krusial dalam proses pengambilan kebijakan dan proses politik yang dalam kata lain, keberadaan media sosial menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap jalannya tindakan pemerintah. Dalam analoginya, Dedy menyatakan bahwa media sosial menjembatani adanya proses yang dinamakan sebagai microdonation, dimana beragam fitur seperti likes, share, comment, dan sebagainya yang merupakan tindakan kecil (tiny acts) yang apabila dikumpulkan menjadi tindakan kolektif dapat berpengaruh terhadap jalannya pengambilan kebijakan dan proses politik. Dalam melihat masifnya penggunaan ruang-ruang digital, pemerintah telah mengadopsi pendekatan komprehensif dengan menjawab tantangan era digital dengan menyiapkan perkembangan pada tiga sisi, yakni sisi infrastruktur teknologi komunikasi dan informasi, sumber daya manusia, dan dari sisi legislasi primer.
Pada sisi infrastruktur, pemerintah berupaya memastikan seluruh masyarakat di Indonesia untuk mendapatkan akses yang sama dalam menggunakan internet. Dalam hal ini, pemerintah sedang menyiapkan Satelit Satria untuk menjembatani layanan internet dengan kualitas 4G di desa-desa yang kondisinya belum stabil dalam mengakses fasilitas internet. Masih terkait dengan konteks kewarganegaraan dalam era digital, pemerintah dari sisi SDM juga tengah memberikan perhatian kepada pembangunan manusia dalam tujuan untuk meminimalisir penyakit digital, seperti adanya information disorder, cyber bullying, hate speech, dan lain sebagainya. Tak kalah pentingnya juga, dari sisi legislasi primer, pemerintah juga sedang menyiapkan UU Perlindungan Data Pribadi dalam rangka menjamin adanya perlindungan terhadap data pribadi yang dimiliki oleh warga negara dalam perkembangan digitalisasi yang semakin gencar ini.
Konsep kewarganegaraan yang dari sisi pemerintah coba untuk terus diupayakan dalam memenuhi hak untuk kesamarataan akses dalam masa pandemi ini juga cukup menjadi tantangan. Pasalnya, tidak semua wilayah di Indonesia memiliki konektivitas yang sama antar satu sama lainnya. Dalam hal ini, Dedy memberikan tambahan penjelasan argumennya dengan menyatakan bahwa pemerintah juga telah bekerja sama dengan Telkom dalam membangun konektivitas internet. Pemerintah memiliki peran dalam mengerjakan penyediaan fasilitas akses internet pada daerah-daerah yang dianggap kurang mumpuni dan tidak menguntungkan bagi perusahaan telekomunikasi. Sementara itu, Telkom membantu dengan membangun internet yang berada di ground segment dengan kisaran pada sejumlah 3.435 desa dan kelurahan. Tak hanya itu, dalam memenuhi kebutuhan warga negara utamanya para mahasiswa pada saat pandemi, pemerintah juga menjalin sinergisitas dengan Telkom untuk memberikan akses jaringan yang memadai untuk fasilitas e-learning.
Bahasan terkait kewarganegaraan ini juga akan membawa kita kepada fenomena netizenship pada era pandemi ini. Ismail Fahmi selaku pakar media sosial telah banyak melakukan analisis data terkait kondisi netizen Indonesia dalam masa pandemi hingga penerapan new normal yang baru-baru ini diterapkan. Kepada audiens, Ismail memaparkan catatan rangkumannya yang memberikan segmentasi terkait dinamika netizen yang banyak dipenuhi dengan aktifnya suara-suara dalam bentuk pendapat, kritikan, dan emosi terkait covid-19, yang mana sejumlah aktivitas netizen ini ditujukan dalam menilai jalannya tindakan pemerintah. Ismail menambahkan bahwasanya isu terkait trust menjadi isu dominan yang selama ini menjadi percakapan utama netizen dalam ruang digital. Menariknya lagi, gerakan netizen yang sangat aktif dalam media sosial ini juga digadang berjalan efektif sehingga berakibat pada banyaknya realisasi solusi kolektif terhadap masalah yang ada di saat pandemi.
Menutup ujung pemaparan materi, Ismail Fahmi juga menggarisbawahi bahwasanya fenomena netizenship pada masa pandemi ini juga mencerminkan adanya sebuah kultur demokrasi yang terjadi lantaran media sosial menjadi wadah yang memungkinkan siapapun untuk dapat menyampaikan pendapatnya secara bebas. Namun, hal ini kemudian juga menimbulkan paradoks sebab apabila netizen dianggap terlalu melewati batas akan menerima konsekuensinya, misalnya akun user akan di-suspend oleh pihak Twitter. Tak hanya itu, adanya sifat anonimitas pada media sosial juga memberikan celah terhadap praktik penggunaan buzzer dan bots dalam menyampaikan dan mendominasi pesan dalam ruang digital. Akibatnya, suara asli milik netizen dapat dibenturkan dengan narasi hasil komputasi bots yang didukung oleh opinion engineering dari buzzer. Alhasil, kultur demokrasi yang demikian ini dapat terancam sebab suara-suara netizen dengan kapasitas yang terdominasi oleh suara buzzer dan bots akan jauh lebih terdengar (Fahmi, 2020). (/Adn)