Membahas Visi dan Dilema Politik Pendidikan di Indonesia bersama Departemen Sosiologi

Yogyakarta, 17 September 2021─Isu di bidang pendidikan menjadi hal yang dekat dengan masyarakat. Terlebih lagi, banyak kritik yang mengarah pada tata kelola pendidikan di Indonesia. Fenomena ini menjadi topik perbincangan dalam Seri Kuliah Umum Sosiologi & Kebijakan Sosial #1 yang mengangkat judul Politik Pendidikan di Indonesia: Visi Jangka Panjang dan Berbagai Dilema. Acara ini diselenggarakan oleh Program Studi S-2 Departemen Sosiologi Fisipol UGM pada Jumat (17/9) pukul 10.00 WIB melalui Zoom Meeting. Dalam kesempatan ini, hadir Irsyad Zamjani, PhD selaku Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbudristek sebagai pembicara dan Desintha Dwi Asriani, PhD selaku Dosen Departemen Sosiologi sebagai moderator.

Dalam pembukaannya, Desintha menyampaikan tentang keresahan di bidang pendidikan saat ini. Menurutnya, pendidikan bisa membahas tantangan keadilan sosial dengan baik, yang tidak hanya memberdayakan tetapi juga solutif.

Pembicara pada kesempatan ini yaitu Irsyad Zamjani, PhD, menyampaikan materi tentang Politik Peningkatan Kualitas Pendidikan di Indonesia. Melalui paparannya, Irsyad menjelaskan tentang posisi pendidikan yang merupakan salah satu sektor kebijakan publik paling penting di Indonesia. “Sektor ini mencakup PAUD sampai pendidikan tinggi. Selain luas, stakeholder-nya juga banyak dan beragam,” terang Irsyad yang meraih gelar PhD dari Australia National University. Pendidikan di Indonesia juga dapat dilihat menggunakan teori neo-institusionalisme. Dalam pengamatan Irsyad, pendidikan di Indonesia telah mengalami perubahan yang disebabkan oleh perubahan sosial-politik, perkembangan diskursus dan ilmu pengetahuan, juga praktik global. Hal ini juga turut mengubah aspek institusional, namun masih perlu dorongan yang lebih kuat untuk mengubah level praktis.

“Kini, sektor pendidikan juga ditekan oleh revolusi industri 4.0 dan diskursus keterampilan abad ke-21,” tutur Irsyad. Narasi ini kemudian menimbulkan beberapa respons dari institusi, salah satunya program Merdeka Belajar. Berbagai tantangan pun muncul, seperti kesenjangan, desentralisasi, birokrasi, dan politik. Sebagai pemangku kebijakan, Irsyad mengaku optimis dalam menjawab tantangan-tantangan tersebut. Dalam menutup sesinya, Irsyad menyampaikan, “Kita punya banyak alasan untuk optimis. Pendidikan menjadi perhatian banyak pihak, sehingga perbaikannya bisa dilakukan secara kolektif oleh pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat luas. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi berbagai inisiatif baik tersebut untuk meningkatkan kualitas pendidikan”. /tr