Membedah Komunikasi dan Public Speaking dalam Policy Making

Yogyakarta, 26 September 2020—Keluarga Mahasiswa Manajemen dan Kebijakan Publik (Gamapi) Fisipol UGM kembali menyelenggarakan diskusi berjudul “Ngobrolin Policy Making” (NPM). Diskusi yang berlangsung melalui platform zoom meeting tersebut mengambil tema “Negotiating, Politics, and Why Communication Skills is Critical in Policy Making Process”. Dengan dimoderatori oleh Maysa Ameera, mahasiswi MKP 2019, diskusi NPM turut menghadirkan dua pembicara. Keduanya yaitu Hakenina Deafionola, Alumni MKP 2015 yang sekaligus menjabat sebagai Puteri Pendidikan DIY 2020, dan Vera Ismany, Media Relations Manager di Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).

Deafionola atau yang akrab disapa Dea mengawali materinya dengan bercerita mengenai beberapa pengalaman dalam hal public speaking. Pada tahap awal, penting menurutnya untuk menguasai Oral Communication Skill, termasuk di dalamnya where, who, what, dan how. Dea menuturkan bahwa pentingnya menyadari dengan siapa dan dimana kita berbicara. Sehingga, ketika sudah bisa memahami dengan baik “where” dan “who” nya, maka “what” tentang pesannya akan mengikuti. “Yang awalnya 100%, maka yang keluar 60% nya akan mengikuti dan menyesuaikan,” imbuhnya.

Selain memahami lingkungan pembicaraan, Dea juga berbagi tips mengenai cara melatih skill komunikasi sehari-hari. Karena sebagian besar peserta diskusi adalah mahasiswa, maka Dea menyarankan pentingnya mengambil momentum untuk aktif di kelas. Seperti pengalamannya, Dea belajar banyak hal dengan memberanikan diri aktif di kelas maupun di berbagai diskusi dan organisasi. “Kalau organisasi butuh MC atau moderator, langsung ambil aja itu kesempatan emas,” lanjut Dea. Selain memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan kampus, Dea juga menyarankan pentingnya berlatih secara mandiri di depan cermin ataupun laptop sebagai tanda simulasi.

Merespon beberapa keluhan yang sering muncul terkait public speaking. Dea juga berbagi tips untuk mengatasi kondisi gugup atau grogi. Pertama, kita harus memahami karakteristik dari audiens atau pendengar kita. Kedua, persiapan materi yang cukup akan sangat membantu selama proses berbicara/presentasi. Meskipun tidak seutuhnya, akan tetapi persiapan materi akan membantu agar dapat berbicara secara terstruktur. Ketiga, learning by doing merupakan salah satu proses yang harus dilalui untuk mendapatkan pembelajaran secara bertahap. Keempat, fokus pada pesan yang akan disampaikan, bukan malah fokus pada kondisi gugup dan grogi yang dirasakan. “Kalau kita sendiri tidak yakin dengan pesan yang kita sampaikan, bagaimana orang bisa yakind engan pesan yang kita sampaikan,” imbuh Dea.

Senada dengan Dea, Vera Ismany, atau yang akrab disapa Vera tersebut menuturkan tentang pentingnya menguasai public speaking dalam komunikasi publik. Hal tersebut tentu tidak jauh dari apa yang sedang ia kerjakan di CIPS. CIPS sendiri merupakan lembaga riset/kajian yang secara rutin mengadvokasi perubahan kebijakan publik melalui rekomendasi kebijakan berbasis penelitian. Sehingga, penting sekali baginya menguasai komunikasi dalam kebijakan publik. “Komunikasi itu sebagai media penyampaian, supaya kebijakan bisa mencapai dampak yang diharapkan,” tutur Vera.

Dalam merekomendasikan kebijakan publik, penting menurutnya untuk mengtahui tujuan sebenarnya adanya kebijakan tersebut. Ketika tujuan tersebut sudah bisa dipahami secara jelas, maka pemilihan metode pendekatannya akan lebih mudah. Di CIPS sendiri, Vera menerangkan bahwa mengetahui karakteristik customers menjadi langkah awal dalam membuat rekomendasi kebijakan. “Harus tau siapa yang ditargetkan dan apa kebutuhan mereka,” lanjut Vera. Di sisi lain, tantangan-tantangan yang akan dihadapi customers ini perlu diproyeksikan untuk mengurangi resiko-resiko terburuknya.

Dalam mengkomunikasikan rekomendasi kebijakan, CIPS melakukan beberapa hal. Pertama, face to face meeting untuk membuat customers maping. Dari maping tersebut dapat diidentifikasi aktor-aktor mana saja yang terlibat dan sektor apa saja yang terkait. Kedua, penggunaan digital untuk mengetahui secara spesifik siapa customers dan kebiasaannya, agar dapat fokus pada relasi dan penyelesaian. Ketiga, merangkul media sebagai wadah untuk menyampaikan apa yang mau disampaikan. “Dari media itulah, policy maker dan rakyat bisa tahu segalasnya,” Imbuh Vera. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara media visit, press releases/statements, dan media gathering/briefing.

Meskipun wakatu diskusi yang terbatas, namun Dea dan Vera menyampaikan beberapa hal di akhir diskusi. Menurut Vera, ngomong adalah salah satu hal yang tidak boleh diragukan. “Asalkan temen-temen udah tau yang ada di kepala, nanti semuanya akan ngalir aja,” tegas Vera. Selain itu, Dea juga sedikit memberi pesan terkait komunikasi efektif. Berdasarkan penjelasannya, komunikasi efektif menjadi pola yang harus dibiasakan. Yaitu tidak boleh memiliki prasangka terhadap orang yang dijadikan lawan bicara. Sehingga, sebelum memulai sesuatu, segala sesuatunya harus didasari dengan menganalisa lingkungan saat kita berbicara. (/Ann)