
Baik Anton maupun Dalipin pun memiliki pandangan yang sama mengenai keterkaitan ilmu hubungan internasional dengan karier di bidang jurnalistik: kesempatan untuk mengenal dunia secara lebih formal, seperti mempelajari suatu isu berdasarkan metode-metode yang ditetapkan. Selain itu, jurusan Hubungan Internasional juga memberikan kesempatan untuk mempelajari isu-isu yang kerap diangkat oleh pemberitaan, seperti current affairs dan politik-ekonomi internasional.
Berbicara mengenai disrupsi digital, Dalipin melihat bahwa sejatinya disrupsi berguna bagi kemajuan masyarakat, khususnya di bidang media. Perubahan paradigma—yang kemudian mengakibatkan disrupsi—melalui kehadiran teknologi baru selalu terjadi sejak pertama kali ada media massa. Namun, menurut Dalipin, disrupsi kadang terjadi tanpa adanya teknologi baru, dengan teknologi yang sama dapat pula tercipta disrupsi baru. Inilah yang disebut sebagai disrupsi melalui pola pikir, di samping memang terdapat pula disrupsi digital.
Salah satu bentuk disrupsi yang bisa dilihat di bidang jurnalistik, khususnya yang berbasis digital, adalah adanya fitur berlangganan atau subscription. Anton melihat fitur berlangganan ini lebih mudah mendapatkan keuntungan jika diterapkan oleh media spesialis dibandingkan media umum. Dalipin pun berpendapat sama dengan Anton, bahwa memanfaatkan fitur berlangganan untuk news space akan sulit. Namun, Dalipin optimis bahwa media daring berbayar akan hidup dan jaya pada waktunya.
Dengan konsep tanya-jawab sambil sesekali merespons pertanyaan dari peserta juga, para narasumber juga banyak berbagi mengenai pengalaman pribadinya, seperti liputan yang paling berkesan, hingga hal-hal positif yang dirasakan dengan bergabung di media internasional. Tidak mau ketinggalan, moderator pun juga turut membagikan pengalamannya untuk menanggapi beberapa pertanyaan peserta. Diakhiri dengan ungkapan singkat dari Ketua KAHIGAMA, diskusi pun resmi ditutup pukul 17.15 WIB. (/hfz)