Center for Digital Society(CfDS) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM kembali menggelar Digital Future Discussion (Difussion). Acara tersebut diselenggarakan melalui kolaborasi dengan Combine Resource Institute dan SiBerkreasi pada Kamis (8/3). Melalui kerjasama tersebut, Difussion menjadi salah satu acara dari rangkaian kegiatan Jagongan Media Rakyat. Jagongan Media Rakyat sendiri merupakan sebuah acara dua tahunan yang membahas isu sosial, ekonomi, dan politik melalui kegiatan diskusi, pameran serta kegiatan musik.
Sebagai platform diskusi, Difussion membicarakan isu-isu strategis yang berkaitan dengan teknologi dan masyarakat digital. Bertempat di Jogja National Museum, seri diskusi Difussion kedua ini mengangkat tajuk “Menelaah Perkembangan Teknologi dan Masyarakat Digital dalam Ranah Ekonomi Digital”mengundang tiga Research Associate CfDS yaitu Darasti Zahra, Gehan Gofari dan Ridho Bima Pamungkas serta satu perwakilan pembicara dari SiBerkreasi Dewi Widyaningrum.
Dalam diskusi tersebut, terdapat tiga topik utama yang dibahas yaitu e-commerce, big data, dan bitcoin. Diskusi diawali dengan pembahasan mengenai perkembangan e-commerce dan kemanan cyber oleh Dewi Widyaningrum. “Internet merupakan tempat dan cara-cara untuk melakukan hal baru. Sekarang kerja keras telah digantikan sebagai kerja cerdas,” jelas Dewi. Ia mengungkapkan bahwa tren e-commerce menjadi lahan yang menjanjikan apabila digunakan secara fokus, berkomitmen dengan ide unik dan kreatif.
Materi diskusi selanjutnya diisi oleh Research Associate CfDS. Diskusi dari perwakilan CfDS diawali oleh Darasti yang membahas mengenai big data. “Big data digunakan sebagai tambang emas, yang menggunakan data pribadi dan privasi para pengguna internet sebagai sumber penghasil keuntungan baru,” ungkap Darasti. Ia menyebut fenomena tersebut kedalam satu bentuk istilah “ekonomi pengawasan”, dimana data pribadi, seperti berbagai hasil pilihan, preferensi, dan jejak yang ditinggalkan oleh masyarakat pengguna internet masuk kedalam record yang dapat dikomersialisasikan oleh perusahaan-perusahaan pemegang data, seperti google dan facebook.
Walaupun begitu, Darasati mengklaim bahwa big data memiliki manfaat yang besar dalam bidang riset khususnya untuk membantu penelitian saintifik dan menciptakan beragam inovasi dimasa depan. “Untuk memanfaatkan big data secara maksimal, diperlukan kontribusi semua orang dan sebuah tindakan kolektif yang maksimal.” Tambah Darasti. Hal ini dikarenakan masih banyaknya tantangan seperti digital divide, dimana hanya beberapa kelompok orang saja yang memiliki akses dan kemampuan dalam menguasai big data, serta kecenderungan ketertinggalan kelompok minoritas di dalamnya.
Menurutnya, dimasa depan dengan estimasi data yang akan mencapai 1,8 x 1021 zetabyte, mekanisme thick data menjadi sebuah solusi dari big data, saat tata kelola data tidak cukup hanya mempertimbangkan volume dan value namun juga diperlukan veracity, berupa transparansi dan kejujuran dalam menggunakan dan mengelola data sebagai sebuah penghasil keuntungan ekonomi.
Terakhir, pembahasan Difussion dipaparkan oleh Gofari. Dalam pemaparanya, Gofari menjelaskan secara komprehensif mengenai bitcoin yang masuk dalam tren ekonomi digital saat ini. “Sistem cryptocurrency yang menggunakan teknologi blockchain mampu memberikan alternatif teknologi ekonomi konvensional yang masih sangat tersentralisasi,” jelas Gofari. Menurutnya, investasi bitcoin memiliki keunggulan dan kelemahanya masing-masing. Respon yang diberikan oleh berbagai negara pun, sangat beragam terkait dengan bitcoin. Sejalan dengan apa yang disampaikan rekannya, Bima mengungkapkan bahwa dengan melihat tren bitoin mulai tahun 2017 akhir sampai pada tahun 2018, terlihat bahwa investasi bitcoin memiliki pola yang sangat fluktuatif dan dinamis, menjadikan bitcoin memiliki seni risikonya tersendiri.(/fdr)