Mengenal UX Writer, Pilihan Karir Cemerang di Era Industri Digital

Yogyakarta, 3 September 2020—Seri Kelas Kecerdasan Digital yang merupakan mata kuliah terbaru di Fisipol, meghadirkan webinar bertajuk “UX Writer: New Job Options in The Digital Industry” pada Kamis (3/9) silam bersama Rizqie ‘Keke’ Aulia, selaku UX Writer Halodoc yang berbagi pengalamannya melalui kanal Youtube Live.

Akrab dipanggil Keke, alumni Departemen Hubungan Internasional Fisipol UGM tahun 2011 ini menceritakan pengalamannya menjadi seorang UX Writer, sebuah profesi yang masih baru dan asing di telinga saat ini.   “UX Writer baru berkembang pada tahun 2015 atau 2016. Dulu  belum ada kebutuhan untuk menjadi UX Writer secara khusus, namun karena dunia digital semakin berkembang, kedepannya akan ada diversifikasi pekerjaan yang semakin banyak,” ujar Keke membuka diskusi.

“Dalam dunia desian, ada banyak terms yang digunakan. User Experience (UX) process sendiri merupakan sebuah proses yang digunakan untuk membuat suatu produk yang harapannya akan menghasilkan end to end user experience. Mulai dari mengembangkan metode hingga mengetes warna, semua harus ada risetnya. Pengalaman end to end pengguna dari impresi pertama kali sampai hal kecil seperti  proses memilih barang menyenangkan atau tidak, itulah UX,” jelas Keke.

“Kalau UX Writing sendiri merupakan elemen dari UX yang bentuknya teks, yakni art of crafting, seni menyampaikan dalam bentuk tekstual dalam interface digital agar teks lebih simpel, mudah dipahami  dan beban cognitive load-nya  lebih ringan. Ketika pengguna memakai aplikasi yang tulisannya panjang, cognitive load-nya akan lebih besar dan berpengaruh negatif pada pengalaman pengguna,” ujar Keke.

“Tapi UX Writer bukan semata mempersikat teks, namun lebih dari itu, agar teks lebih mudah dipahami. Ada penelitian bahwa orang tidak mau menghabiskan lebih dari lima detik dalam satu screen, lalu bagaimana caranya membantu pengguna agar paham dalam waktu lima detik? Dibutuhkan kombinasi tulisan, grafis, dan UX copy yang menciptakan user experience secara keseluruhan menjadi lebih baik,” jelas Keke.

Keke pun membagikan pengalamannya sebagai seorang UX Writer di sebuah startup yang berfokus pada bidang kesehatan dimana ia menangani pengembangan fitur mental health.  “Ada fitur chat untuk kebutuhan konsultasi. Kita awali riset dulu sebenarnya kebutuhan mental health aksesbilitasnya apa saja, itemnya apa saja. Inilah yang disebut low fidelity, gambaran besar atau kerangka dari sebuah desain,” ujar Keke.

Selanjutnya, ketika tahapan tersebut telah selesai, akan ada  high fidelity  yang siap dirilis. “Dalam mengerjakan hal tersebut, UX Writer akan terlibat sejak awal mulai dari berkerja dengan para dokter hingga tim lainnya agar tahu konteks secara mendalam. Referesinya harus banyak, terlebih di dunia kesehatan yang  sangat highly regulated,” tambah Keke.

Sebagai seorang sarjana ilmu politik, Keke meceritakan relevansi latar belakang ilmunya dalam menjadi UX Writer. “Kita jadi bisa menerapkan pola pikir makro ketika belajar desain, yaitu kemampuan melihat dengan bigger picture dimana perlu berkolaborasi dengan tim lain seperti bisnis dan marketing. Pola pikir tersebut terbentuk ketika aku belajar di HI,” ucap Keke.

Dalam memperhitungkan kesempatan karir, Keke melihat ada potensi besar ketika menjadi UX Writer. “Selama orang pake aplikasi, UX Writer dan bidang desain secara umum permintaannya akan semakin tinggi. Jobdesk  desain juga berkembang tiap tahunnya,” jelas Keke.

“Yang terpenting, kehidupan sehari-hari kita gak akan terlepas dari dunia digital. Smartphone is literally everything, dari pesen makanan, kendaraan, tiket, sampai bayar pajak pun sekarang lewat aplikasi. Jadi kebutuhan desain sangat tinggi, dunia desain adalah ladang yang sangat subur,” tambah Keke.

Mengenai hubungan antara pentingnya kecerdasan digital dan industri teknologi, Keke menjelaskan tiga skill yang dibutuhkan dalam memasuki industri teknologi. “Harus bisa kolaboratif, memiliki growth mindset, dan kecerdasan emosi,” ujar Keke.

Terakhir, Keke menyampaikan inti dari menjadi seorang UX Writer. “Hard skill  yang harus ada dari UX Writer adalah kemampuan menulis, yakni kemampuan untuk menyampaikan maksud tertentu dengan ringkas. Itu harus strong di portofolio, menunjukan bagaimana cara kita berpikir. Jangan lupa untuk selalu melakukan critical thinking yang selalu haus akan pertanyaan dan jawaban,” ujar Keke menutup diskusi. (/Afn)