Kevin menemukan adanya istilah ‘logosentris’ di bab pertama yang menekankan pada identical consciousness yakni kesadaran identik dimana sekelompok orang memiliki kesadaran yang sama akan suatu fenomena dan menyepakati ide tersebut. Selanjutnya, ada principle of interpretation bahwa dari kesadaran yang sama muncul interpretasi yang dikembangkan langsung oleh sekelompok individu dan menghasilkkan common interpretation atau interpretasi yang sama. “Aturan-aturan tersebut yang dicetuskan oleh Wittgenstein disebut dengan governing games. Dalam konstrutivisme manusia sebagai agen utama dalam pembentukan fenomena sosial yang nantinya berkembang menjadi fenomena internasional,” ungkap Kevin.
”Pada bab pertama ini, dapat ditarik bahwa konstrutivisme menekankan pada ide hubungan manusia dan masyarakat dalam suatu wilayah yang berkembang menjadi fenomena internasional. Hubungan di level paling bawah dapat berkembang menjadi suatu fenomena internasional yang secara tidak langsung menjelaskan bagaimana state building terbentuk,” tambah Kevin.
Selanjutnya, Kevin mengulas pembahasan pada bab ketujuh mengenai world politics. “Menurut Onuf, pada dasarnya manusia memiliki sifat politik sejak lahir. Dalam konstruktivisme, kemampuan meng-influence orang lain adalah suatu bentuk atau cara bagaimana international order terbentuk. Hubungan manusia dapat berkembang menjadi fenomena internasional dapat dilihat dari skema politik bahwa Ornuf percaya manusia lahir dengan kekuatan politik yang melekat, lalu setelah individu berkembang dan membentuk body of politic atau political organised society dimana karakteristik individu tadi berbaur menjadi satu, muncul sistem yang mengorganisasikan dirinya secara politik yang apabila ditambah dengan wilayah dan kedaulatan maka terbentuklah negara,” jelas Kevin. “Dari sinilah menurut konstruktivisme negara dan fenomena internasional terbentuk setelah perkembangan dari state. State tentu memiliki pemerintahan dan pemerintahannya adalah formal dimension of rule yakni pengaturan yang sifatnya formal dan merupakan political formula dalam mengesekusi fenomena politik,” lanjut Kevin.
“Onuf juga menekankan pentingya voice and language untuk membentuk adanya international order. Menurut konstruktivisme, ketika one speak pasti ada pihak lain yang mendengar, ketika one use written form atau tertulis pasti ada orang lain yang melihat, ketika one talk worthlessly berupa gestur dan bahasa isyarat pasti ada yang merasa. Hal ini berarti dapat dihubungkan dengan identical consciousness yaitu dengan berbicara, melihat dan merasakan orang punya common sense. Group of people punya interpretasi yang sama dalam melihat fenomena. Fenomena internasional bisa berangkat dari level ini,” pungkas Kevin.
Kritik pada karya Onuf sendiri adalah banyaknya mengambil pendapat ahli lain seperti Wittgenstein dan Giddens yang acap kali membuat kebingungan. Namun kelebihan dari karya Onuf adalah uniknya konstuktivisme yang menekankan pada ide bahasa dan budaya seperti berbicara, melihat dan merasakan yang disorot oleh Onuf. Gagasan inilah yang membuat perbedaan dari pencetus konstruktivisme lainnya.(/Afn)