Sepanjang sejarahnya, perempuan Indonesia ditempatkan pada posisi yang terpinggirkan. Namun seiring berjalannya waktu, perempuan Indonesia mulai melakukan berbagai pergerakan untuk mencapai emansipasinya. Pergerakan ini pun tak jarang mendapat perlawanan. Bahkan pada pasca peristiwa 1965 (awal rezim Orde Baru) pergerakan tersebut sempat mengalami penghancuran. Akan tetapi penghancuran itu ternyata tidak dapat menghentikan semangat para perempuan Indonesia untuk mendapatkan hak-haknya.
Hal inilah yang kemudian menjadi topik diskusi yang diselenggarakan oleh MAP Corner-Klub pada hari ini, Senin (15/3/2016). Bertempat di Gedung FISIPOL UGM Unit 2 (Sekip), diskusi berjudul Gerakan Perempuan Indonesia : Penghancuran dan Perlawanan diikuti oleh kurang lebih 40 peserta. Dengan dipimpin seorang moderator dan 2 orang pemantik diskusi, Vivi Widya Wati (Perempuan Mahardika) dan Erna (aktivis gerakan perempuan), diskusi ini berlangsung dengan sangat hidup. Terjadi saling timbal balik antara peserta dan juga pembicara.
Dalam diskusi tersebut, kedua pembicara memaparkan bahwa masalah utama yang dimiliki perempuan pada masa lampau adalah poligami dan keterbatasan pendidikan. Sedangkan masalah yang dimiliki oleh perempuan pada masa pasca Orde Baru adalah munculnya paham ibuisme. Walaupun sekarang ini telah tercapai kesetaraan gender, namun masih saja didapati bahwa sering terjadi masalah pada perempuan Indonesia, yakni dalam hal kekerasan, baik itu kekerasan fisik (KDRT) dan juga kekerasan seksual.
Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Para perempuan Indonesia harus tetap berjuang untuk mendapatkan haknya dengan utuh tanpa ada pengkhususan-pengkhususan lain. Perempuan Indonesia harus melawan paham-paham dan konstruksi sosial yang sedang dibangun untuk menggeser perannya dalam masyarakat. Perempuan Indonesia juga harus terus bergerak untuk menjadi manusia dan makhluk sosial yang memiliki hak-hak sosialnya tanpa melupakan peran sebagai seorang ibu dan istri dalam keluarga. Pada intinya, emansipasi dan pergerakan perempuan memang harus terus berjalan, akan tetapi seiring dengan pergerakan tersebut, perempuan Indonesia tidak boleh melupakan apa yang menjadi tanggungjawabnya, baik bagi lingkungan sosial di sekitar, terlebih lagi bagi dirinya sendiri. Live streaming diskusi MAP Corner-Klub MKP, “Gerakan Perempuan Indonesia: Penghancuran dan Perlawanan” dapat diakses di
http://www.youtube.com/channel/UCPKAwRVRS6fprAil32yaX1A/live. (Mima)