Tahun 1996 lulus dari Departemen Sosiologi, kemudian mengawali karirnya sebagai jurnalis di Tiras. Selain itu juga sempat menjadi peneliti di Center of Government Politics EthicsStudies pada tahun 2002 hingga 2004. Terakhir, beliau mendedikasikan diri ke sebuah lembaga nirlaba bernama The Asian Foundation dan berhasil menerbitkaan tiga buku yang terinspirasi dari pekerjaannya sekarang.
Itulah sedikit kisah perjalanan karir dari Ade Siti Barokah, pembicara di acara One Week One Alumni pada tanggal 22 September lalu. Acara yang diselenggarakan oleh CDC (Career Development Center) Fisipol ini mengusung tema “Community Empowerment and Social Inclusion”. Dengan tujuan melihat peluang kerja di bidang pemberdayaan masyarakat dan inklusi sosial.
Salah satu NGO (Non-Government Organization) yang bergerak di bidang tersebut adalah The Asian Foundation. Sebuah lembaga pembangunan internasional non-profit yang berkomitmen pada perbaikan kehidupan di Asia. Selain itu juga memberikan dukungan melalui program-program sesuai dengan kebutuhan negara mitra yang tersebar di beberapa negara, termasuk Indonesia. Beberapa diantara program-program tersebut adalah books for Asia, promote international corporation, elections, empower women, strengthen governance, conflict and fragile conditions, dan banyak program lainnya.
Di tahun 2017 ini Ade yang menjabat sebagai program officer di The Asian Foundation menangani program khusus pemberdayaan dan inklusi sosial. Program ini dirancang untuk meningkatkan akses kelompok marginal ke layanan dasar, seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial maupun hukum. Dimana terdapat 6 pilar yang tercakup di dalamnnya, yaitu kelompok waria, masyarakat adat dan lokal terpencil, korban pelanggaran HAM, disabilitas, minoritas agama ataupun kepercayaan lokal, dan remaja rentan.“Program ini memang terbilang sangat khusus karena menyasar kelompok-kelompok marginal yang biasanya sulit mendapatkan akses,” paparnya. Bukan hanya sulit mendapat akses, beberapa dari kelompok ini juga diasingkan oleh keluarga, masyarakat, bahkan tidak diakui keberadaannya. Oleh karena itu, program ini sangat membutuhkan pendekatan dan strategi yang khusus.
Hal tersebutlah yang membuat Ade sangat menyukai pekerjaannya sekarang. Bisa bertemu dan membantu orang-orang terpinggirkan adalah hal yang luar biasa. “Program ini tersebar di 15 provinsi, sehingga memberikan kesempatan buat saya untuk bertemu banyak masyarakat adat seperti suku anak dalam di Jambi, Suku Mentawai, Masyarakat Sumba, dan banyak lagi,” papar Ade pada peserta. Ade juga menambahkan dari pengalaman bertemu berbagai kelompok masyarakat membuatnya banyak belajar. Salah satunya belajar untuk lebih mendengarkan dari pada berbicara. “Setelah bekerja disini saya belajar menjadi pendengar karena mereka tidak mau diceramahi, mereka butuh didengarkan,” tambahnya.
Selain bisa membantu banyak kelompok masyarakat dan belajar banyak dari mereka, Ade juga mendapat keuntungan lain dari pekerjaannya sekarang. Salah satunya bisa travelling gratis baik ke dalam maupun luar negeri. Ade mengaku disela-sela pekerjaannya ke beberapa daerah di Indonesia, ia bisa menyempatkan diri untuk mengunjungi banyak tempat wisata. Selain itu, di The Asian Foundation sangat membuka peluang bagi stafnya untuk mengikuti fellowship programs maupun pertemuan-pertemuan rutin di luar negeri.
Baginya untuk masuk di bidang pemberdayaan masyarakat, khsususnya di The Asian Foundation memerlukan beberapa kompetensi khusus. Diantaranya adalah komunikasi, fasilitasi, resolusi konflik, negosiasi, dan networking. Ade yakin bahwa mahasiswa Fisipol pasti memiliki dan menguasai kompetensi-kompetensi tersebut. Oleh karenanya, Ade mengajak mahasiswa Fisipol untuk bergabung ke bidang ini. “Mari gabung ke bidang ini, kita akan mendapatkan kepuasan batin dan selalu merasa ‘kaya’ karena apa yang kita kerjakan sangat terlihat hasilnya,” jelas Ade untuk mengakhiri pemaparannya. (/Ran)