
Yogyakarta, 24 Agustus 2021─Kasus kolonialisme Israel di tanah Palestina belum kunjung usai, dan bersamaan dengan itu selalu membuka ruang-ruang diskusi baru untuk menyelisiknya lebih jauh. Dalam Diskusi ‘Berbincang dan Berpikir tentang HI’ Cangkir Teh yang diselenggarakan pada Selasa (24/8), Institute of International Studies ‘IIS’ HI UGM mengajak para peserta untuk memahami konsep Settler Colonialism dari kasus Israel-Palestina bersama Kishino Bawono, Dosen Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan. Bertajuk “Memahami Konsep Settler Colonialism: Studi Kasus Israel-Palestina”, Diskusi Cangkir Teh keempat di tahun 2021 ini dipandu oleh Cut Intan Auliannisa Isma, Program Manager IIS HI UGM, selaku moderator.
Sebagai pembuka, Kishino Bawono mengajak para peserta untuk memahami perbedaan antara kolonialisme klasik dan kolonialisme pemukim yang dilihat dari tiga aspek, yaitu otonomi koloni, prioritas, dan sikap terhadap masyarakat asli. Dalam perbandingan yang ditampilkan Kishino, terlihat bahwa kolonialisme pemukim bertujuan untuk menjadikan tanah masyarakat asli sebagai rumah baru bagi pemukim dengan cara pengambilalihan wilayah. Oleh sebab itu, masyarakat asli pun dilihat sebagai halangan, dalam kata lain menjadi musuh yang tidak diinginkan dalam struktur masyarakat pemukim.
Kolonialisme pemukim didasari oleh dua logika, yaitu logika pemusnahan (logics of elimination) dan logika dehumanisasi (logics of dehumanisation). Dengan dua logika ini, pemukim─dalam kasus ini adalah Israel─memandang penduduk asli─Palestina─sebagai kelompok yang terbelakang dan pantas digantikan oleh pemukim yang lebih beradab. Untuk memberikan konteks yang lebih jelas, Kishino pun menceritakan tahapan kolonialisme pemukiman Israel yang dibagi ke dalam tiga periode berdasarkan kemampuan otoritas Israel dan tantangan yang Israel hadapi untuk melaksanakan program-programnya: pra-1948, 1948-1967, dan 1967 sampai sekarang.
Lebih lanjut, Kishino juga mengajak para peserta diskusi untuk memandang kasus kolonialisme pemukim Israel di Palestina sebagai dua hal yang berkaitan, yaitu sebagai suatu struktur, dan sebagai sesuatu yang telah, sedang, dan akan selalu berjalan ke depannya sehingga terus menimbulkan berbagai implikasi. Sebagai penutup pemaparannya, Kishino pun menawarkan dua skenario untuk melihat potensi berakhirnya kolonialisme pemukim Israel di Palestina, yaitu skenario keberhasilan Israel mendominasi mutlak Palestina, atau skenario proses dekolonialisasi. (/hfz)