Yogyakarta, 2 Mei 2020—Dema Fisipol UGM kabinet Basudara menggelar program barunya dengan live perdana di Instagram @demafisipolugm pada Sabtu (02/5). Acara “Nabsu” atau Ngabuburit Bahas Isu bareng Dema #1 ini mengangkat topik Stabilitas Kerja di Tengah Pandemi. Sesi diskusi siaran langsung yang dipandu oleh Salzia Raihan sebagai moderator turut mengundang narasumber dari dosen DPP Fisipol UGM, yaitu Dr. Amalinda Savirani S. IP atau Mbak Linda. Sesuai dengan nama acara, diskusi dimulai pada sore hari, tepatnya pada pukul 15.30 WIB.
Dampak pandemi Covid kian terasa mewabah ke berbagai sektor, tak terkecuali menyerang para buruh yang menjadi permasalahan paling krusial. Tanggal 1 Mei 2020 lalu menjadi Hari Buruh yang berbeda dari tahun sebelumya dimana berada dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan karena pandemi, meskipun tahun sebelumnya juga kurang menguntungkan. Keprihatinan berat turut menyertai kelompok kerja/buruh terhadap efek yang luar biasa terhadap bidang industri. Banyak sektor yang harus menyesuaikan diri dengan kondisi ini, terutama sektor pekerja formal dan informal. Kondisi umum terakhir sebanyak 1,2 juta pekerja kehilangan pekerjaan karena dirumahkan dan di-PHK, sedangkan pekerja informal belum ter-recovery. Sedangkan menurut ILO (Organisasi Buruh Dunia), terdapat sebanyak 2,7 miliar pekerja terdampak efek pandemi Covid-19 ini.
Efek pandemi yang mengancam kehidupan masyarakat, dalam hal ini kita patut mengapresiasi langkah pemerintah dalam melanjutkan program kartu prakerja sebagai upaya efektivitas kestabilan tenaga kerja. Namun, rancangan program yang dilakukan dari sebelum pandemi Covid ini dipandang kurang efisien menilik materi dalam tutorial di Youtube yang tidak cukup memenuhi kebutuhan para pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Pasalnya, memang awalnya kartu prakerja ditujukan untuk mereka yang belum memiliki pekerjaan, sehingga ada beberapa menu dalam kelasnya yang tidak sesuai kebutuhan.
“Program prakerja dulu ditujukan untuk yang belum kerja, sekarang juga untuk yang kehilangan pekerjaan, sehingga dari segi mereka yang sudah kerja untuk mendapat kartu prakerja tidak efektif menurut saya karena tidak bekerja sesuai bidangnya,” ungkap Mbak Linda.
Dalam hal ini, narasumber juga berasumsi bahwa belum ada perlindungan bagi buruh yang kehilangan pekerjaan. Pemerintah pun sangat terbatas dalam mengambil alih tanggung jawab dari perusahaan untuk memberi solusi bagi pihak pengusaha dan buruh. Sejauh ini, respon untuk mereka belum ada yang clear. Saat ini, semua pihak masih berada dalam masa shocking dan gelagapan dalam menghadapi pandemi Covid ini.
Mengingat program kartu prakerja yang belum tepat sasaran, banyak pihak yang berasumsi bahwa BLT atau Bantuan Langsung Tunai lebih berpengaruh untuk membantu para buruh yang di-PHK atau dirumahkan. Namun, bagi yang sudah bekerja dan di-PHK, hal itu dinilai tidak efektif. “Terkait bantuan langsung tunai hanya diberikan di saat shock ekonom, hanya berlaku untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga jika BLT diberikan ke pekerja berarti kategorinya berubah,” ujar Mbak Linda.
Sejauh ini belum ada pembicaraan secara langsung antara pemerintah dan pengusaha yang ber-impact pada buruh. Merujuk pada model yang sudah ada, biasanya pemerintah melalui perusahaan secara tidak langsung membantu pengusaha melalui beberapa skema terkait pajak, hutang, dan lain-lain yang kira-kira meringankan beban perusahaan. Lalu, perusahaaan akan mengalokasikan pada buruh terkait upah kerja. “Belum ada follow up dari pemerintah. Saat ini masih pada tahap shocking, belum ada upaya dan solusi untuk menyelamatkan kondisi ini, masih proses pemikiran,” ungkap Mbak Linda. Diskusi berakhir pada pukul 16.50 WIB. (/Wfr)