Data pada tahun 2016 menunjukkan bahwa dana yang dikucurkan untuk program bantuan humanitarian di seluruh dunia berada pada angka 19 milyar dollar Amerika. Hal ini secara langsung menunjukkan adanya inefisiensi dalam supply chain management (SCM) dalam bidang humaniter. Atas dasar hal tersebut, dibutuhkan banyak tenaga profesional yang mampu untuk mengatasi hal tersebut.
Network on Humanitarian Action (NOHA AISBL) bersama dengan Program on Humanitarian Action Institute of International Studies Universitas Gadjah Mada (POHA IIS UGM) menyelenggarakan ‘The 5th School on Humanitarian Supply Chain Management and Logistics School, including Regional Perspectives’ guna meningkatkan penelitian akademik dalam bidang humanitarian. Sekolah tiga hari ini juga menyasar pada praktik-praktik humaniter kontemporer. Kegiatan ini dilaksanakan sejak Senin-Rabu (22-24/01) bertempat di Fisipol UGM.
Peserta kegiatan ini datang dari berbagai latar belakang institusi seperti BNPB Jakarta, aktivis relawan mahasiswa (DERAP), Financial Market International, Koperasi Wikikopi, Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM, serta Dosen STIA Mulia Astuti Wonogiri. Selain itu juga terdapat mahasiswa dari UGM, Universitas Islam Negeri Yogyakarta, Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Teknologi Yogyakarta, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Universitas Indonesia, hingga instruktur dan penerbang dari Lanud Adisutjipto. Peserta diajak mendalami mengenai supply chain management humanitarian melalui berbagai jenis kegiatan seperti diskusi, ceramah, sharing panel, serta berbagai permainan.
Drs. Muhadi Sugiono, MA dalam pidato pembukaannya menyatakan bahwa isu logistik dalam aksi humaniter merupakan hal yang sangat penting. “Permasalahan logistik merupakan hal yang vital, namun dalam pelaksanannya hal ini tidak mudah. Masalah akses misalnya,” ungkap dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional UGM tersebut. Lebih lanjut, Muhadi mengungkapkan bahwa kerja sama dalam aksi humaniter terjadi antara banyak aktor, baik dari pemerintah maupun aktor-aktor sektor privat.
Membuka kegiatan secara formal, Dr. Paripurna, S.H., M.Hum, LL.M selaku Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM mengatakan bahwa UGM sebagai institusi pendidikan mendukung sepenuhnya kegiatan ini. “Kegiatan semacam ini sangat penting. Ini merupakan kesempatan yang istimewa sekaligus berharga. Hal ini dikarenakan kita kedatangan para pengajar yang sangat berpengalaman di bidang ini,” ujar Paripurna. Ia juga menambahkan bahwa kegiatan ini dapat mempererat relasi antara NOHA dan UGM.
Prof. Dr. Joost Herman selaku Presiden dari NOHA AISBL sekaligus Direktur NOHA University of Groningen Belanda menekankan pentingnya kegiatan ini. “Kegiatan ini penting untuk meningkatkan profesionalitas dan efisiensi dalam aksi-aksi humanitarian melalui institusi akademik,” ungkapnya. Lebih lanjut, Dr. Joost Herman menyatakan bahwa akademisi memiliki peran penting dalam aksi humanitarian. “Harus disadari bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh akademisi dibutuhkan untuk diimplementasikan dalam bidang humaniter,” ujar Dr. Joost Herman.
Dalam ranah aktor, terdapat perbedaan mendasar antara pemerintah dan militer dengan aktor lainnya. “Pemerintah dan militer dianggap tidak netral karena memiliki agenda politik,” kata Dr. Joost Herman. Padahal, prinsip dasar humaniter sendiri adalah humanity, neutrality, impartiality, dan independent. Ia juga menyinggung bahwa semua insiatif humanitarian tidak akan berjalan bila tidak ada political will. “Inisiatif tersebut tidak akan terjadi tanpa adanya ‘political will’ untuk bertindak.”
Output dari kegiatan ini sendiri bukan merupakan produk riil, namun lebih pada edukasi untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan soal manajemen logistik pada situasi krisis seperti bencana alam maupun konflik. “Kita harus memperhatikan dengan seksama perihal logistik dan humanitarian context secara seimbang. Hal ini karena keduanya saling terkait ,” pungkas Dr. Joost Herman. (/fkm)