Lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) bukan merupakan hal yang ilegal di Indonesia, dan terdapat tradisi dan budaya LGBT yang hidup dan penuh warna di berbagai pelosok negeri. Tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini muncul gelombang kebencian terhadap homoseksualitas, dan beberapa pejabat tinggi negara dan pemerintah pun ikut melontarkan pernyataan-pernyataan bernada diskriminatif. Selain itu kondisi ini diperparah dengan pembubaran sejumlah acara yang dituding mengkampanyekan LGBT oleh berbagai kelompok massa serta terdapat juga aksi penggerebekan rumah-rumah kos yang dihuni oleh LGBT.
Untuk itu bertepatan dengan Hari Melawan Homophobia, Biphobia, dan Transphobia Internasional, diadakan kegiatan 3N: Nonton, Ngobrol, dan Ngemil film “Bulu Mata: Kisah Transgender di Serambi Mekah” yang diadakan oleh HI Cine UGM, Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI) UGM, dan Institute if International Studies (IIS) UGM. Acara ini diselenggarakan pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 13.00 – 15.00 WIB di gedung BA lantai 1 ruang 111. Acara menarik yang diisi sekitar hampir 50 peserta yang mayoritas merupakan mahasiswa ini diisi langsung dari sutradara filmnya sendiri, yaitu Tonny Trimarsanto.
Film dokumenter yang ditonton ini mengisahkan satu kelompok LGBT bernama Rumah Citra yang tinggal di satu-satunya daerah di Indonesia yang menerapkan hukum-hukum dan syariat agama islam, yaitu Aceh. Kelompok LGBT yang tinggal di Kabupaten Bireuen, Aceh yang memiliki pekerjaan utama menjalankan sebuah salon perawatan rambut ini mengakui sangat sulit untuk hidup di Aceh dikarenakan pemerintah provinsi maupun kabupaten tidak peduli bahkan kerap mendiskriminasi kelompok mereka. Perlakuan pemerintah yang dinilai dingin dengan adanya cek rutin kepada kelompok LGBT oleh satpol PP sangat berbeda dengan tetangga dan warga yang tinggal berdekatan dengan kelompok LGBT. Tetangganya yang sehari-hari adalah seorang pemilik warung sembako menganggap kelompok LGBT ini sebagai anaknya sendiri karena mereka memiliki hubungan saling menjaga dan peduli.
“Menjadi model transgender di Indonesia itu mustahil,” menurut pengakuan salah seorang anggota Rumah Citra yang memiliki ketertarikan dalam dunia model dan fashion. Ia yang pernah masuk sebagai 5 besar Miss HIV Care tahun 2009 ini merasa mungkin di luar negeri, semangat dan impiannya menjadi seorang model transgender lebih diterima. Walaupun begitu salon mereka yang terletak di Bireuen, Aceh ini terkenal sangat laku dikarenakan pengunjung merasa pekerjaan mereka lebih detil serta pandangan unik yang menjadikan salon ini berbeda dengan yang lainnya.
Sebagai penutup, sutradara Tonny Trimarsanto yang mengaku mengawali karir filmnya pada tahun 2005 merasa film merupakan salah satu cara efektif dalam mengangkat isu-isu penting yang terpinggirkan seperti hak perempuan dan LGBT. Film berjudul Bulu Mata ini memiliki pesan utama agar masyarakat Indonesia dapat menerima anak-anak atau anggota keluarga mereka tergolong LGBT serta menganggap mereka sebagai sesama manusia yang setara. Setelah itu terdapat beberapa pertanyaan menarik seperti “bagaimana cara kita untuk mendekati dan berteman dengan orang-orang LGBT” serta dukungan beberapa mahasiswa yang turun prihatin dengan perlakuan tidak adil yang diterima oleh orang-orang LGBT. (ojk)