OPOSIT #7: Kualitas Literasi Digital Indonesia dan Perkembangan Platform Internet

Yogyakarta, 26 Agustus 2020—Center for Digital Society Fisipol UGM kembali menyelenggarakan OPOSIT atau Obrolan dan Opini Seputar Dunia Digital pada Rabu malam (26/8). Pada kesempatan kali ini, OPOSIT seri ke-tujuh membawakan topik obrolan mengenai Digital Indonesia 2020. Berkaitan dengan topik tersebut, ada dua hal yang dibahas dalam obrolan, yaitu kualitas literasi digital Indonesia dari dulu sampai sekarang dan perkembangan platform internet yang kita gunakan. Acara berlangsung pada pukul 19.00-20.00 WIB melalui Live Instagram @cfds_ugm.

Host membuka kesempatan bagi audiens untuk menyuarakan opininya terkait topik dengan cara mengajukan permintaan bergabung dalam siaran langsung di Instagram @cfds_ugm yang kemudian akan diterima oleh host. Peserta pertama yang mendapat kesempatan tersebut adalah Fahri. Fahri mengaku telah mengenal internet sejak tahun 2020, namun saat itu ia hanya menggunakan platform Facebook, Friendster, dan Twitter. Melihat perkembangan platform yang semakin beragam dan pengguna internet yang semakin banyak, Fahri menilai bahwa users (netizen) sekarang semakin kritis pada suatu topik tertentu. Mereka lebih berani berekspresi, menyuarakan pendapatnya, dan semakin liar dalam berkomentar. Sedangkan jika dibandingkan dengan zaman dulu, media sosial masih bersifat lebih privat karena hanya sekedar obrolan pertemanan di dunia maya, berbeda dengan sekarang dimana pendapat kita dapat terbaca oleh semua orang sekalipun tidak berteman pada akunnya.

Semakin banyaknya platform media sosial pun membuat perilaku netizen berubah, mereka selalu membutuhkan atensi dan pengakuan dari orang lain yang terkadang tidak sesuai dengan norma. Karena mereka merasa bebas di dunia maya, tidak jarang mereka bersuara hanya untuk viral yang tanpa disadari dapat merugikan orang lain. Dalam hal ini, literasi digital sangat diperlukan agar kita dapat bijak dalam bersosmed, terutama dalam memproses informasi yang kita dapatkan dari internet. “Kita sebagai warga negara Indonesia dan netizen bebas berekspresi terutama di internet untuk mengekspresikan apa yang kita pikirkan, kita rasakan, cuma tetap harus sesuai norma dan aturan yang berlaku, jangan hanya pengin viral terus melakukan hal-hal yang cenderung merugikan orang lain,” tutur Fahri.

Partisipan kedua yang ikut bergabung dalam live Instagram adalah Made Bayu. Sama seperti Fahri, Made mengaku menggunakan internet sejak tahun 2020, saat masih duduk di kelas enam sekolah dasar. Mengenai Indonesia Digital, menurut Made, permasalahan yang perlu digarisbawahi adalah belum meratanya akses teknologi digital di Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, terdapat beberapa daerah yang masih susah atau bahkan belum memiliki akses internet. Made menilai hal tersebut bukan karena penerimaan teknologi di Indonesia yang terlambat, melainkan perkembangannya yang terlambat, salah satunya dikarenakan adanya gap faktor ekonomi. Namun, pada masa pandemi ini, justru menjadi kesempatan untuk warga Indonesia agar melek teknologi karena sebagian besar kegiatan dilakukan secara online.

Pada akhir obrolan, host mengumumkan bahwa kelanjutan dari Oposit ini adalah Diffusion #32 yang juga akan membahas Digital Indonesia 2020 pada Jumat, 28 Agustus 2020. Siaran ulang Oposit dapat ditonton di laman IGTV @cfds_ugm. (/Wfr)