Pandemi Memaksa Calon Kepala Daerah Lebih Kreatif Saat Kampanye

Yogyakarta, 10 November 2020—Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) UGM bekerja sama dengan BeritaSatu mengadakan Serial Webinar Pilkada 2020 pada Selasa (10-11). Webinar seri kedua ini bertajuk “Kampanye di Masa Pandemi”.  Panelis yang hadir adalah Henri Subiakto, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika; Saan Mustofa, Komisi II DPR RI; Abhan, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu); dan Abdul Gaffar Karim, Pakar Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM.  Moderator pada webinar ini adalah Primus Dorimulu, Direktur Pemberitaan BeritaSatu Media Holding. Webinar diadakan melalui Zoom dan kanal Youtube BeritaSatu.

Henri Subiakto menyebutkan bahwa pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di tengah pandemi merupakan bentuk adaptasi pada Kebiasaan Baru. Baginya, ini merupakan salah satu komitmen Pemerintah untuk tetap produktif dengan berpegang pada protokol kesehatan. “Pilkada merupakan bukti bahwa kita bisa menghadapi keadaan sulit tapi kegiatan demokrasi tetap bisa berjalan”, ungkap Henri.

Persoalan yang kemudian muncul yaitu kampanye. Henri mengutarakan, sebagai salah satu bentuk branding diri para calon kepala daerah, diperlukan upaya kreatif. Kreatifitas ini bisa berbentuk konten tulisan, meme, video-video yang bisa diviralkan. Baginya, perlu disinergikan cara-cara baru, tidak melulu seperti cara lama, misal menggunakan baliho. “Perlu ada hal-hal yang lebih spesifik dengan melakukan branding para calon di berbagai kanal, misalnya menggunakan podcast, atau ada buzzer yang kemudian mendiskusikan,” ungkap salah satu pengajar Universitas Airlangga ini.

Abdul Gaffar Karim mengafirmasi apa yang disebutkan pembicara sebelumnya. Baginya, pandemi merupakan peluang untuk melakukan perubahan paradigma kampanye dari tradisional ke digital. “Perubahan paradigma ini tidak hanya piranti tapi juga mentalitas,” tutur Gaffar.

Gaffar menjelaskan pada kampanye tradisional tidak cukup banyak interseksi antara pameran kekuatan (Show of Force) dengan perolehan suara (Voters gaining). Ia menyebutkan tidak semua pameran kekuatan misal pengumpulan masa dan penandaan area melalui baliho dan spanduk menunjukkan seberapa besar jumlah pemilih. “Pameran kekuatan tidak berimplikasi terlalu besar dalam perolehan suara, walaupun ini tidak terjadi di semua pasangan calon kepala daerah,” ungkap dosen FISIPOL UGM ini.

Sedangkan mentalitas digital yang ia maksud adalah adanya interseksi lebih besar antara pengumpulan massa dan perolehan suara. Hal ini karena pandemi memaksa mentalitas pameran kekuatan pada kampanye berkurang, sehingga pengumpulan massa digunakan sebaik mungkin untuk edukasi. Gaffar juga berharap para politisi bisa menggunakan cara-cara yang lebih informatif, edukatif dan metode yang lebih interaktif, di tengah keterbatasan pandemi. “Ini bertujuan agar mereka bisa memamerkan dukungan publik dan bisa memperoleh suara,” imbuh Gaffar.

Abhan, ketua Bawaslu menceritakan bahwa tugas-tugas pengawasan pilkada di tengah pandemi menjadi lebih berat. Hal ini karena substansi elektoral harus diawasi dan non elektoral seperti protokol kesehatan juga perlu diawasi agar pelaksanaan Pilkada tidak menimbulkan kluster COVID-19 baru. Maka dari itu, ia menyebutkan perlunya bentuk-bentuk kampanye yang dikombinasikan sedemikian rupa. “Perlunya pengkombinasiaan bentuk-bentuk kampanye, meskipun di lapangan tidak mudah membuat masyarakat terbiasa dengan bentuk-bentuk baru,” sebut Abhan. (/anf)