“The catastrophic humanitarian consequences of the use of nuclear weapons invalidate all arguments that we hear in favour of their retention. Nuclear weapons – like all other weapons of mass destruction – must be banned” – Muhadi Sugiono (Dosen Ilmu Hubungan Internasional UGM)
Dari tanggal 2-13 Mei 2016, sekitar 130 aktivis dari seluruh dunia berkumpul di Jenewa untuk berunding dalam Open-Ended Working Group (OEWG) on Nuclear Disarmament. OEWG merupakan pertemuan PBB yang melibatkan partisipasi publik, baik organisasinon-pemerintah maupun perwakilan dari masyarakat. Pertemuan ini merupakan hasil kesepakatan Sidang Umum PBB pada bulan Oktober 2015 yang menetapkan resolusi L.13/Rev.1. Dalam resolusi ini diatur mengenai perundingan terbuka yang membahas langkah hukum, ketentuan hukum, serta norma yang perlu disepakati bersama untuk mewujudkan sebuah dunia tanpa senjata nuklir, dan akan berlangsung dalam tiga sesi pertemuan di bulan Februari, Mei, dan Agustus 2016.
Institute of International Studies UGM, yang diwakili oleh Muhadi Sugiono, turut hadir dalam proses OEWG di Jenewa. Sebelum agenda sidang dimulai, Institute of International Studies UGM mengajukan sebuah kertas kerja berjudul “Non-Nuclear- Weapon States and a Treaty Prohibiting Nuclear Weapons”. Kertas kerja tersebut berisi uraian tentang 14 poin kebijakan dan praktik negara-negara non-senjata nuklir yang masih menghambat upaya mencapai perlucutan senjata nuklir global.
Selain itu, pada hari kedua sidang (Senin, 4 Mei 2016), Muhadi Sugiono berbicara mewakili jaringan aktivis International Campaign to Abolish Nuclear (ICAN) guna menyampaikan pernyataan dalam salah satu panel. Dalam pernyataan tersebut, Muhadi menegaskan bahwa senjata nuklir harus dilarang secara total karena memiliki efek yang menimbulkan bencana kemanusiaan.
Kehadiran Institute of International Studies juga dalam rangka mengawal pemerintah Indonesia agar mengambil peran sentral untuk mendorong dimulainya negosiasi traktat pelarangan senjata nuklir. Saat ini Indonesia merupakan Ketua Kelompok Kerja Perlucutan Senjata di Gerakan Non-Blok (GNB). Selain itu, Indonesia telah mengikuti serangkaian agenda Conferences on the Humanitarian Impact of Nuclear Weapons (Oslo 2013, Nayarit 2014, Wina 2014) dan telah menandatangani Humanitarian Pledge di Wina 2014.
Pemerintah Indonesia mengirim perwakilan dalam rangkaian sidang OEWG. Sejauh ini Indonesia menjadi salah satu negara yang cukup progresif menyuarakan dimulainya negosiasi perlucutan senjata nuklir. Dalam dokumen “Addressing Nuclear Disarmament: Recommendations from the Perspective of Nuclear Weapon-Free Zones” yang diajukan bersama dengan delapan negara lain, Indonesia merekomendasikan agar OEWG menyertakan dua hal dalam laporannya ke Sidang Umum PBB. Pertama, menyelenggarakan rangkaian konferensi yang terbuka bagi semua negara dan kelompok masyarakat sipil di tahun 2017, guna membahas instrumen yang lebih mengikat untuk melarang senjata nuklir. Kedua, diselenggarakannya konferensi tingkat-tinggi di PBB untuk membicarakan perlucutan senjata nuklir di tahun 2018, berdasarkan instrumen yang dicapai dari negosiasi di poin pertama. (IIS UGM)