Pentingnya Perencanaan Keuangan oleh Sandwich Generation

Yogyakarta, 4 Juni 2021Kewirausahaan Sosial UGM bersama Finansialku.com menyelenggarakan kelas bertajuk “Mengapa Sandwich Generation Sulit Membeli Properti?” pada Jumat (4/6). Pembicara pada acara ini adalah Shierly, S.E., MBA., CFP, selaku Financial Planner Finansialku. Acara berlangsung melalui channel Youtube Finansialku.com pada 14.00-15.30 WIB.

Sandwich generation adalah generasi orang dewasa yang terhimpit dan harus menanggung beban finansial generasi orang tua dan anaknya (Dorothy Miller, 1981). Istilah generasi sandwich digunakan untuk menyebut seseorang yang tidak hanya menanggung hidupnya sendiri, akan tetapi juga menanggung hidup generasi di bawahnya dan atau di atasnya.

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia mencapai 270,20 juta. Dari angka tersebut terhitung sebanyak 64,69% generasi muda, 47, 75% angkatan kerja, dan 52,25% angkatan non-kerja. Sementara, persentase usia lanjut sebanyak 9,78% dengan perbandingan 1 dari 2 lansia masih bekerja, di mana 85,83% lansia bekerja di sektor informal. Di samping itu, sumber pembiayaan terbesar rumah tangga menurut BPS 2020, adalah 78,27% dari anggota rumah tangga yang bekerja.

Shierly menjelaskan, terdapat beberapa penyebab adanya generasi sandwich. Di antaranya: rendahnya literasi keuangan; tidak memiliki rencana keuangan yang matang; kurang dalam mempersiapkan dana pensiun; tidak memiliki manajemen risiko (misal: proteksi kesehatan); dan gaya hidup yang tinggi.

“Sebenarnya kita mampu untuk membuat rencana keuangan, tidak perlu matang 100% perfeksionis, karena selangkah demi selangkah kita bisa terus perbaiki rencana kita, namun tentu kalau kita mengeluarkan uang tanpa perencanaan maka akan mengarahkan kita pada perilaku konsumtif, mengeluarkan uang sembarangan, dan tidak menikmati hidup,” kata Shierly.

Perencanaan keuangan sejak dini sangat penting untuk keperluan di masa depan. Berkaitan dengan alasan generasi muda atau generasi sandwich sulit membeli properti, hal ini didorong oleh faktor dana untuk membeli properti yang tinggi, gaya hidup konsumtif, dan tidak berinvestasi untuk mempersiapkan dana beli properti. Hal ini menyebabkan kita kurang bisa memperkirakan dana jangka pendek dan jangka panjang.

“Kita perlu menjaga gaya hidup agar ketika penghasilan bertambah jangan gaya hidup kemudian meningkat, tetapi terus tingkatkan alokasi investasinya,” ungkap Shierly.

Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan sebelum membeli properti berkaitan dengan perencanaan keuangan yakni kondisi keuangan saat ini dan bagaimana caranya mencapai tujuan keuangan. Oleh karena itu, usia muda adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan penghasilan, memastikan cash flow yang aman, menentukan tujuan keuangan, memulai berinvestasi, dan bangun reputasi diri yang baik. (/Wfr)