Untuk saat ini company profile memang menjadi kebutuhan setiap perusahaan untuk memperkenalkan diri ke khalayak. Tidak hanya sebagai sebuah perkenalan, company profile juga bertujuan untuk menciptakan suatu kesan unik dan berbeda dari yang lainnya. Melalui diskusi yang diadakan Departemen Ilmu Komunikasi, Jonathan Davin dari 02 Consulting membagi pengalamannya seputar pembuatan company profile. Diskusi yang bertajuk “Company Profile: Fakta, Orientasi, dan Strategi Public Relation” juga menghadirkan Amelia Belmika sebagai pembicara.
Mengutip dari Simon Sinek, “People don’t buy what you do, they buy why you do it”, Jonathan menekankan bahwa kunci dari keberhasilan public relation adalah sebuah cerita. Menurut Jonathan, orang akan cenderung tertarik dengan cerita-cerita yang kita buat untuk sebuah produk. Amelia menambahkan contoh produk the body shop yang merupakan salah satu brand dunia yang tidak pernah membuat iklan. “Kenapa? Karena dia nggak menjual produknya, orang membeli body shop tahu bahwa itu tidak animal abuse. Body shop adalah pelopor bahwa kami tidak melakukan animal testing, produknya dari tumbuhan dari nature sehingga walaupun mereka nggak ada iklan orang-orang akan beli,” paparnya.
Oleh karena itu, Jonathan dan Amelia setuju bahwa yang paling penting dalam sebuah produk adalah why you do it. Dimana why inilah yang akan menciptakan sebuah believe atau kepercayaan dari khalayak. Menurut Jonathan, dengan menonjolkan sebuah cerita orang akan lebih mudah mengingat dan berempati. “Orang nggak akan inget dengan fakta dengan angka-angka, orang akan lebih mengingat cerita-cerita yang ada,” jelasnya.
Hal inilah yang menurut Jonathan belum diterapkan oleh banyak perusahaan dalam membuat narasi company profile. Sehingga narasi yang dihasilkan sangat terlihat kering dan membosankan. Jonathan membagi tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat narasi cerita dalam sebuah company profile.
Pertama, narasi yang dihasilkan harus bersifat fleksibel. Dimana narasi tersebut bisa menyasar berbagai variasi audience dari atas hingga bawah. Kedua, bersifat scalable, artinya sebuah narasi harus mudah diadopsi oleh variasi audience baik dari internal maupun eksternal perusahaan. “Harus bisa di adopt and adapt secara organik. Contohnya Harley Davidson, bagaimana logo itu bukan hanya sebagai lambang corporate, tapi menjadi lambang orang Amerika,” jelas Jonathan. Ketiga, data driven, sebuah narasi cerita juga harus didorong dan divalidasi dengan wawasan dan naluri.
Sedangkan secara teknis, dalam membuat company profile terbagi menjadi tiga media, yaitu written-based, audiovisual-based, dan web-based. Media pertama adalah dalam bentuk tulisan. Jonathan sangat menekankan, dalam membuat tulisan selalu hindari kesahan tulisan atau typo. Selain itu, penggunaan kalimat aktif dan desain tulisan juga sangat memengaruhi tingkat ketertarikan pembaca. Media kedua adalah dalam bentuk audiovisual. Media ini memang paling sering digunakan banyak perusahaan. Bagi Jonathan, video company profile yang bagus dan efisien hanya berdurasi sekitar dua sampai dua setengah menit. Selain itu, musik dan visual juga harus sesuai dengan cerita yang dibuat. Jonathan juga menambahkan bahwa sebuah video yang dibuat juga harus bersifat shareability, artinya orang mudah membagi (share) video tersebut ke orang lain. Terakhir, melalui media web. Media ini juga sering dipakai oleh banyak perusahaan. Jonathan menekankan pada tampilan web harus fleksibel, artinya bisa dibuka melalui desktop ataupun mobile. Selain itu, gunakan rata kiri untuk desain tulisan dan kombinasi dengan visual yang menarik. (/ran)