Perdana, Fisipol Leadership Forum Undang Ridwan Kamil Jadi Pembicara

Yogyakarta, 2 Desember 2021─Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar acara perdana Fisipol Leadership Forum: Road to 2024. Dalam kesempatan ini Fisipol mengundang Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dan dosen Fisipol UGM, Mada Sukmajati, sebagai pembicara.

Acara dibuka oleh Dekan Fisipol UGM, Wawan Mas’udi, yang menjelaskan bahwa ide dari acara Fisipol Leadership Forum adalah kepemimpinan politik di Indonesia yang berasal dari banyak sumber kepemimpinan karena sistem demokrasi dan desentralisasi. 

“Forum yang kami rancang ini akan memfasilitasi sebanyak mungkin para potential future leader di Indonesia untuk tingkat yang jauh lebih kuat ke depan,” tutur dekan.

Forum yang diselenggarakan secara daring dan luring terbatas ini dipandu oleh dosen Fisipol UGM, Wahyu Kustiningsih. Ada lima segmen diskusi dan enam topik bahasan mengenai kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar). Pertama, diskusi membahas ekonomi pembangunan, krisis kesehatan, dan penanganan Covid-19. Kedua, forum membahas tentang kerja sama yang dilakukan Pemprov Jabar. Gubernur Jabar menjelaskan, dalam mengatasi pandemi Covid-19, Pemprov Jabar menjalankan lima prinsip, yakni proaktif, transparan, ilmiah, inovatif, dan kolaborasi. 

“Kolaborasi ini menjadi kekuatan Jabar, kolaborasi pentahelix yang terdiri dari akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, dan media,” tutur gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu.

Topik ketiga membahas tentang pencapaian-pencapaian Gubernur dan Pemprov Jabar. Keempat, forum membahas komunikasi publik yang diterapkan oleh Gubernur Jabar. Menurut Kang Emil, ada dua nilai kepemimpinan, yakni kepribadian dan daya transformasi. Ia mencoba menyeimbangkan dua nilai tersebut. 

Problem-nya, demokrasi saat ini tidak memilih orang pintar, tetapi orang yang disukai, jadi orang-orang berlomba-lomba untuk disukai,” kata Emil. 

Mada menjelaskan terkait model kepemimpinan yang berkembang di beberapa kepala daerah di Indonesia ialah model developmentalism. Artinya, pemimpin banyak memberi kerja nyata daripada banyak beretorika. Meski tidak bisa dipungkiri juga, ada pemimpin yang menjalankan model populisme, yang dinilai positif maupun negatif oleh sejumlah ahli. 

“Takutnya, pemimpin yang populis itu hanya berorientasi pada popularitas, dan mengejar program yang pragmatis dan jangka pendek,” tutur Mada.

Kelima, forum membahas tentang multikulturalisme di Jabar. Terakhir, diskusi membahas tentang Indonesia 2024. Saat ditanya terkait toleransi di Jawa Barat, Emil menjelaskan bahwa pihaknya tengah mengupayakan untuk mengikis intoleransi dan melatih warganya agar toleran. Ia juga menyoroti tentang kondisi warganet Indonesia yang dinilai tidak sopan oleh suatu survei. 

“Saya teliti, karena mereka tidak terbiasa bertanya secara konstruktif di sekolah, tidak biasa mendebat dosennya karena dianggap tidak sopan, akhirnya ketemu media sosial jadinya kasar komentarnya,” jelas Emil.

“Optimislah dengan masa depan bangsa kita,” kata Emil. Ia mengajak agar masyarakat bersatu dan tidak terpecah belah dalam pertengkaran yang tidak perlu. Ia juga mendorong anak muda untuk mempelajari ekonomi hijau serta ilmu-ilmu baru agar Indonesia dapat menjadi bangsa yang kompetitif dan produktif di masa depan. 

Forum ini diikuti oleh sekitar 70 orang melalui ruang virtual Zoom Meeting, dan disaksikan oleh lebih dari 400 audiens di Youtube Fisipol UGM. Secara luring, forum dilaksanakan di Auditorium Fisipol dan diikuti oleh beberapa dekanat dan dosen Fisipol, serta sejumlah Kepala Dinas dari Jabar. Rekaman video forum ini masih dapat disaksikan melalui Youtube Fisipol UGM di link berikut. (/NIF)