Pengelolaan Minyak Bumi dan Gas (MIGAS) di Indonesia acapkali menimbulkan polemik. Pengelolaan isu MIGAS juga memiliki kecenderungan lebih banyak dibahas dalam kerangka efisiensi rantai produksi, rantai perdagangan dan kenyamanan investasi. Padahal perlunya kejelasan dan kesepakatan tata kelola tidak melulu soal hal itu. Dalam hal ini pengelolaan MIGAS harus efisien, adil dan ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Di sisi yang lain isu MIGAS juga seringkali terkendala dengan kentalnya nuasa elitis dalam pengelolaanya. Karena vitalnya isu MIGAS ini bagi Indonesia, perlunya mendorong reformasi tata kelola agar dan sesuai dengan tujuan semula sesuai dengan amanah Pasal 33 UUD 1945.
Dalam upaya mendorong perbaikan problem pengelolaan MIGAS ini, Jurusan Politik dan Pemerintahan FISIPOL melalui Resource Governance in Asia Pasific (RegINA) Knowledge Hub menyelenggarakan seminar bertajuk Reformasi Tata Kelola MIGAS di Indonesia untuk Ketahanan Energi, Kesejahteraan Sosial, dan Keberlanjutan pada Senin (19/10) pagi. Bertempat di Balai Senat, Gedung Pusat UGM, acara seminar ini merupakan pembuka dari serangkaian kegiatan bagi para pembuat kebijakan dan aktivis organisasi masyarakat sipil se-Asia Pasifik yang peduli terhadap isu pengelolaan MIGAS.
Seminar ini menghadirkan beberapa aktor-aktor kunci terutama yang berkepentingan dalam pengelolaan MIGAS seperti dari Kementerian ESDM (Widyawan Prawiraatmadja, Staf Khusus Menteri ESDM), SKK MIGAS (Zikrullah, Wakil Ketua SKK MIGAS), Pertamina (Doddy Priambodo, Senior Vice President Exploration, Upstream Directorate) dan dari Program Asia Pasific Knowledge, RegINA (Prof. Purwo Santoso). Adalah Prof. Dwikorita (Rektor UGM) yang bertindak memberikan keynote speech.
Dalam keynote speechnya, Prof. Dwikorita menyampaikan pentingnya reformasi tata kelola MIGAS demi terwujudnya kemakmuran rakyat Indonesia. Beliau juga menyampaikan bahwa pengelolaan MIGAS mengandung efek resiko tinggi.
“Pengelolaan MIGAS termasuk dalam salah satu sektor yang mengandung resiko tinggi. Baik resiko lingkungan, juga resiko bagi masyarakatnya,” ujarnya.
Selain itu, Prof. Dwikorita juga menyoroti tata kelola MIGAS di Indonesia yang cenderung bias dari kalangan elit. Beliau juga mengingatkan pentingnya mendorong program reformasi tata kelola MIGAS yang lebih transparan.
“Pengelolaan MIGAS di Indonesia saat ini jauh dari transparansi. Maka dari itu program yang sedang dijalankan ini diharapkan mampu memberikan masukan terutama dalam meningkatkan tata kelola MIGAS yang lebih transparan dan akuntabel,” ungkapnya. (D-OPRC)