Jumat (12/08), Departemen Sosiologi Fisipol UGM berkolaborasi dengan Universitas Minnesota (Amerika Serikat) menggelar public lecture dengan judul Tubuh, Ketubuhan dan Kekuasaan: Keberpihakan di Dalam Sosiologi Ruang. Acara yang dimulai pukul 09.00 ini menghadirkan Prof. Dr. Rachmi Diyah Larasati, dosen di Universitas Minnesota, Amerika Serikat sebagai pembicara dan A.B. Widyanta, M.A., dosen di Departemen Sosiologi sebagai moderator. Bertempat di Ruang Seminar Timur Gedung Pascasarjana Lantai 2 Fisipol UGM, public lecture ini dibuka langsung oleh Prof. Dr. Heru Nugroho, selaku perwakilan dari Departemen Sosiologi.
Bu Rachmi mencoba memunculkan ide gagasannya mengenai tubuh dan keberpihakan dengan menggunakan beberapa teori sosiologi dan critical third world feminist. Beliau mencoba membuka pola penjabaran dalam menganalisis pola keberpihakan dalam sosiologi ruang secara post-colonial. Lebih lanjut beliau kemudian menjelaskan bahwa penelitian mengenai tubuh tidak bisa lepas dari kehadiran tubuh dan ruang yang menopang kehadirannya, yang di dalamnya mencakup ruang produksi pangan, ruang keseharian bahkan ruang interogasi. Ada kesinambungan yang menghubungkan antara daerah-daerah yang dilihatnya, yang tidak saja dikategorisasikan sebagai daerah yang kaya raya. Dalam presentasinya kemudian beliau pun menegaskan, “Tidak saja bagaimana tubuh-tubuh yang tidak diinginkan melakukan resistensi dan risiliasi secara konsisten dalam membangun sebuah aliansi dan penataan akses dan keruangan secara sosial melainkan juga lebih penting dengan berdasar kepentingan bidang yang digeluti akan mencoba menghubungkan dengan fenomena kehadiran tubuh dengan apa yang dinormalkan secara sosial. Kode-kode etika sebuah ruang, yang nantinya menjadi bagian dari sirkulasi kapital yang dijaga oleh bahasa hukum.”
Beliau kemudian melanjutkan presentasinya dengan menjelaskan mengenai kebijakan project housing. Kebijakan pengelolaan tempat tinggal ini adalah sebuah kombinasi publik dan privatisasi manajemen. Individu yang diijinkan tinggal diwilayah tersebut hanya jika ia tidak menganggu kenyamanan penduduk lain. Lebih lanjut beliau menjelaskan, “Politikal ekonomi yang meranah dalam bahasa akses, angka kriminalitasnya sangat tinggi. Keterhubungan antara penggolongan citizen yang dipisahkan dari kelompok kulit putih kemudian dengan cara memberikan rumah, project housing. Project dan karakterisasi orang-orang yang tinggal disana”. Kemudian beliau melanjutkan dengan menjelaskan mengenai penerimaan ruang. Beliau mulai memaparkan mengenai Upacara Danyang yang dianggap sebagai politik ruang. Pabrik semen yang tidak pernah punya “danya” akan kesulitan untuk menghubungkan project teritorialnya. Jadi, secara ruang, ketika masyarakat Kendeng melakukan Prosesi Oncor dan Upacara Brokohan merupakan sebuah penandaan ruang dalam konteks tradisi.
Kartini Kendeng berada di Monumen Nasional, Jakarta melakukan penyemenan kaki mereka sendiri bukan karena mereka sedang melakukan upacara. Mereka mecoba memperlihatkan bahwa Jakarta-Kendeng penuh dengan kontestasi dan kepentingan narasi antar kelompok. Aceh, Kendeng dan Green Project dalam sosiologi ruang pemaknaan kebutuhan adalah didasarkan pada bahasa normatif dan kolektif yang dihadirkan berdasarkan kontestasi. Diakhir presentasinya beliau memaparkan, “Saya kira dengan sangat pelan kita diantarkan pada sebuah paparan bagaimana tubuh didudukkan, ruang dikontestasikan dalam identitas, rezim normalisasi, sehingga ruang itu sendiri tidak bebas, berkontestasi dengan power satu dengan yang lain mau menerima atau resisten pada itu, ketika itu ada kekuasaan di situ ada resistensi, catatan pentingnya, bagaimana materalisasi menjadi sangat fisik terlihat bentuknya terlihat dari kemajuan developmentalism (neoliberalism) the light of, perubahan yang dinormalisir sebagai peradaban kemajuan (slum-green project) tetapi dalam pembentukan material yang semakin rapi ada proses tata kelola politik identitas.”
Kegiatan tahunan yang diadakan oleh Departemen Sosiologi ini tak hanya dihadiri oleh dosen, mahasiswa baru, ataupun mahasiswa pascasarjana, tapi turut dihadiri oleh beberapa universitas lain. Tak kurang dari 150 peserta hadir dan mengikuti public lecture ini. Acara ini pun ditutup dengan sesi tanya jawab dan foto bersama.