Seperti talkshow sebelumnya, talkshow kali ini juga dibuka oleh Dekan Fisipol UGM, Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si yang tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada media partner yakni RRI dan Swaragama. Erwan menyampaikan bahwa ini merupakan putaran final. Sejauh ini, talkshow dianggap berjalan dengan lancar dan baik. Sebelum talkshow dimulai, Dr. Abdul Gaffar Karim, selaku moderator, menegaskan bahwa ini adalah acara talkshow yang membedah program kerja pasangan Capres-Cawapres secara akademik dan acara ini bukanlah bentuk kampanye.
Dalam menanggapi permasalahan dan topik mengenai infrastruktur, daerah tertinggal dan pemerataan pembangunan, Eva lebih menekankan kepada peningkatan ekonomi. Pembangunan infrasruktur yang sudah dilakukan oleh Presiden Jokowi, dikatakan oleh Eva, memberikan banyak capaian yang baik untuk kemajuan kehidupan masyarakat.
“Menurut data yang sudah dipaparkan, dapat dilihat ada kemajuan dan dampak baik. Indonesia berhasil mencapai angka IPM yang tinggi, 70 keatas, angka kemiskinan hanya 1 digit. Infrastruktur yang terus digenjot ini memberikan banyak capaian yang baik untuk masyarakat. Infrastruktur pembangunan jalan desa bisa meningkatkan produktivitas bisnis mereka. Lalu apa yang harus dilakukan selanjutnya? Jika saat ini pembangunan masih banyak berfokus di daerah Jawa, selanjutnya akan berfokus pada daerah 3T. Kita ingin ada revitalisasi industri dengan pendekatan setiap daerah yang berbeda-beda. Dari segi teknologi, startup sangat difasilitasi, 4 dari 6 unicorn di ASEAN milik Indonesia. Kita terus meningkatkan sinergi yang kuat dengan pemerintah daerah dan berdampak pada pemerataan pembangunan di masa yang akan datang,” kata Eva.
Inas menambahkan bahwa masyarakat harus memiliki pola pikir yang berbeda yakni infrastruktur harus disediakan terlebih dulu agar ekonomi antar daerah dapat berkembang.
Dari Tim BPN, sebelum menyampaikan visi misinya, Rizal menyampaikan apresiasinya untuk Fisipol UGM karena telah mengadakan acara ini. Kinerja Presiden Jokowi dalam membangun berbagai infrastruktur dinilai kurang tepat karena justru menimbulkan trauma, dan kepempinan Prabowo-Sandi dikatakan oleh Rizal akan lebih efisien dalam melakukan pembangunan desa.
“Saya akui bahwa Pak Jokowi memang all out dalam bidang ini. Namun, infrastrtukur yang dibangun membawa banyak permasalahan, meninggalkan trauma 3O; oversupplied, overprice, dan overborrow. Banyak oversupplied sehingga payback period biasanya jalan Tol Cuma 7-8 tahun bisa di atas 15 tahun. Kedua adalah overprice karena yang bangun BUMN, BUMN ini tradisinya 30-50% lebih mahal. Nah BUMN sendiri tidak punya uang jadi BUMN overborrow, pinjem uang terlalu banyak. Siapapun yang memerintah nanti harus bisa menyelesaikan masalah ini. Kemiskinan memang sudah rendah, tetapi penurunan kemiskinan era Pak Jokowi yang terendah dalam sejarah hanya 430 ribu orang per tahun. Prabowo kalau terpilih punya 8 legislatif agenda. Salah satunya adalah merevisi UU alokasi ke daerah-daerah. Desentralisasi dimulai dari masa Pak Habibie, kami yang merumuskan peraturan pelaksanaannya. Tiga langkah kami lakukan, pertama pindahkan pegawai negeri dari status nasional ke daerah, kedua Dana Alokasi Umum (DAU),” kata Rizal.
Talkshow dilanjutkan dengan sesi tanggapan dari tim panelis. Nizam mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur masih memiliki banyak tanggungan. Contohnya dari 1000 km jalan Tol sejauh ini sudah 536 km yang terbangun, dari 49 bendungan besar, 19 sudah dikerjakan. Nizam menambahkan, Indeks infrastruktur Indonesia masih berada di posisi 71 padahal targetnya berada di posisi 40.
Berbeda dengan Nizam, Aris lebih menyoroti mengenai kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan. Menurut Aris, saat ini infrastruktur yang dibangun masih berfokus pada wilayah darat. Padahal, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang membutuhkan pembangunan infrastruktur laut yang maksimal.
“Infrastruktur yang sudah dikembangkan selama ini masih belum maksimal mencapai tujuannya yakni untuk pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Keduanya tidak dapat berjalan sejajar, ada kesenjangan yang akan muncul. Pembangunan infrastruktur belum maksimal sesuai dengan karakter Indonesia sebagai negara kepulauan,” kata Aris.
Selain itu, Aris juga mengatakan bahwa ada dua macam daerah tertinggal yakni daerah tertinggal yang sumber dayanya melimpah sehingga dieksploitasi dan daerah tertinggal yang merupakan daerah konservatif dan tidak perlu pengembangan lebih lanjut agar tidak kehilangan daerah penyangga lingkungan. Pemerintah selanjutnya harus memikirkan pendekatan terhadap kedua macam daerah tersebut.
Selaras dengan Aris, Andi juga menyoroti wilayah tertinggal yakni daerah perbatasan yang membutuhkan pengelolaan yang lebih baik agar kesenjangan dalam negara dapat menurun. Tidak jauh berbeda, bagi Arie, desa menjadi fokus utama. Arie mengatakan bahwa kedua paslon membutuhkan strategi untuk pembangunan desa yang berkaitan erat dengan pemanfaatan penggerak ekonomi lokal. Selain itu, pembangunan desa kerap kali masih dihadapkan dengan fragmentasi regulasi pemerataan pembangunan desa yang juga membutuhkan penyelesaian.
Setelah itu, talkshow dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan audiens. Di penghujung acara, baik TKN dan BPN diberikan kesempatan untuk closing statement.
Inas mengatakan bahwa infrastruktur merupakan amanat dari Undang-Undang sehingga menjadi kewajiban pemerintah untuk menjalankannya.
“Keberhasilan Pak Jokowi luar biasa, dari sudut pandang perempuan, saya melihat perempuan diberdayakan dan diberikan kesempatan yang lebih. Masyarakat desa didukung bukan karena UU semata tetapi ada sistem keuangan dalam penggunaan Dana Desa agar ada input, output, dan outcome sehingga dampaknya dapat terukur,” kata Eva.
Rizal mengatakan bahwa siapapun yang berkuasa nanti, pembangunan merupakan suatu keharusan. Rizal menganggap Prabowo lah yang akan bisa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka di atas 6%.
“Jika diibaratkan dengan mobil, perbaikan saat ini sifatnya hanya make up, dipoles, dicat, dipercantik, tetapi mesinnya tidak diperbaiki. Kami dari Prabowo-Sandi ingin memperbaiki mesin dari bangsa ini. Semua harus benar-benar dilakukan secara jujur untuk ekonomi yang lebih baik,” kata Haryadin.
Talkshow putaran terakhir ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa, aktivis pembangunan masyarakat desa, aktivis demokrasi, anggota partai, dan juga masyarakat umum. Khalil, salah satu mahasiswa yang hadir menyatakan bahwa Talkshow ini sangat bermanfaat untuk membantunya mengetahui program kerja calon presiden dalam menyikapi permasalahan akar rumput seputar pembangunan masyarakat desa.
Sebagai hasil luaran dari talkshow, Fisipol UGM akan mengolah program kerja yang dipaparkan narasumber dan evaluasi dari panelis menjadi usulan kebijakan bagi pemerintah. Ini menjadi peristiwa bersejarah bagi Fisipol UGM dimana berhasil menyelenggarakan Talkshow Bedah Program dengan sukses dan menjadi teladan bagi institusi-institusi pendidikan lain untuk memberikan pendidikan politik yang sehar di lingkungan kampus. Bagi publik yang belum berkesempatan hadir dalam Talkshow Bedah Program Capres/Cawapres 2019, bisa menyaksikan rekaman Live Streaming di Youtube Fisipol UGM pada link ugm.id/LiveTalkshowBedahProgram. (/hsn).