Yogyakarta, 11 September 2020—Polemik atas dikeluarkannya agenda pengesahan RUU PKS dari prolegnas yang beberapa bulan belakangan menjadi keresahan bagi masyarakat turut menjadi salah satu bahasan menarik dari digital future discussion yang digelar oleh Center for Digital Society (CfDS) FISIPOL UGM. Serial diskusi digital yang digelar untuk ke-33 kalinya ini menggandeng aktivis yang concern dalam memperjuangkan isu-isu gender, yakni Kalis Mardiasih. Perempuan yang akrab disapa Kalis ini juga aktif menulis di beberapa laman, seperti Mojok, Detik, dan Geo Times. Pada sesi diffusion #33 ini, Kalis diajak melakukan sharing pandangan dan pengetahuan terkait urgensi RUU PKS dan menilik problematika kekerasan seksual online berbasis gender yang cukup banyak dinormalisasi keberadaannya.
Lima Elemen Penting RUU PKS Yang Wajib Dipahami!
Interaktifnya diskusi diawali dengan pemaparan Kalis diawal dalam menjelaskan lima urgensi dari potensi dan unggulnya RUU PKS apabila disahkan. Kepada audience, Kalis dengan tegas menyampaikan kelima poin tersebut sebagai berikut:
Elemen 1: Acara Pidana
Keberadaan RUU PKS dapat menjadi salah satu mediasi bagi korban kekerasan seksual untuk memperoleh keadilan karena selama ini masih banyak dihadapkan dengan hambatan dalam mencari kata keadilan. Regulasi yang ada masih dianggap tidak memihak korban, misalnya KUHAP yang menetapkan hanya terdapat lima alat bukti yang dapat digunakan korban untuk memenuhi syarat pembuktian. Tak hanya itu, korban juga kerap disalahkan dan mendapat stigma dari Aparat Penegak Hukum. Bahkan, korban juga sering dilaporkan kembali sebagai pelaku.
Elemen 2: Pencegahan
Keunggulan RUU PKS yang kedua adalah adanya poin pencegahan yang dapat digunakan untuk memasifkan minimalisir terjadinya kekerasan seksual. Baiknya lagi, poin pencegahan dalam RUU PKS ini akan diberlakukan di berbagai sektor, mulai dari sektor infrastruktur, pelayanan dan tata ruang, pendidikan, tata kelola kelembagaan pemerintahan, ekonomi, hingga sektor sosial dan budaya.
Elemen 3: Pemulihan
Tidak sama halnya dengan regulasi yang sudah ada, RUU PKS juga akan diperuntukkan untuk menjamin adanya elemen pemulihan atas kondisi korban kekerasan seksual. Yang mana hal ini memang sangat dibutuhkan bagi korban yang kerapkali dijatuhkan oleh stigma negatif masyarakat. Pemulihan juga menjadi krusial dalam membantu mengurangi rasa trauma yang mendalam bagi korban.
Elemen 4: Pemantauan
Potensi unggulnya RUU PKS ini juga tercermin dari diterapkannya elemen pemantauan yang bertujuan untuk memantau rangkaian upaya pencapaian RUU PKS dalam memediasi banyaknya permasalahan kekerasan seksual. Kalis juga menegaskan bahwa elemen ini tidak menjadi urgensi dari regulasi yang ada sebelumnya. Oleh sebab itu, elemen ini turut dianggap menjadi krusial dalam meminimalisir terjadinya kekerasan seksual.
Elemen 5: Ketentuan Pidana
Tak kalah pentingnya, elemen kelima yang ditawarkan oleh RUU PKS ini menjadi sorotan yang kiranya ampuh dalam memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual. Sebab, ketentuan pidana yang diatur pada RUU PKS meliputi ketentuan pidana pokok (pidana penjara, kerja sosial, dan rehabilitasi khusus) dan ketentuan pidana tambahan (restitusi, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, pembinaan khsuus, pencabutan Hak Asuh Anak, Hak Politik, Hak Menjalankan Pekerjaan, pencabutan jabatan atau profesi, serta pencabutan izin usaha).
Lima keunggulan yang dimiliki oleh RUU PKS bagi Kalis merupakan suatu jalan reformasi yang digunakan untuk menciptakan rasa aman bagi semua orang. Kalis menegaskan bahwa meskipun banyak diketahui bahwa perempuan kerap menjadi objek seksual, hal ini tidak boleh digunakan untuk menempis realitas bahwasanya laki-laki pun juga mengalami hal yang sama. persoalan kekerasan seksual berakar dari relasi kuasa yang timpang, baik untuk perempuan dan juga laki-laki. Maka dari itu, potensi terjadinya kekerasan seksual masih marak terjadi. Ruang online seperti sosial media pun kerap menjadi wadah bagi pelaku untuk membuat korbannya tidak berdaya. Tanpa disadari, kekerasan seksual online dapat ditemui dari adanya komentar yang mengarah pada sexuall harassment, mengunggah video seksual dengan tujuan untuk memalukan korban, menyalahgunakan foto orang lain untuk kepentingan seksual, hingga eksisnya akun-akun kampus yang memposting foto mahasiswi pun turut menjadi bagian dari adanya kekerasan seksual online yang terkadang masih dinormalisasikan bagi sebagian orang.
Sebagai bagian dari masyarakat yang berkenan untuk mengedukasi diri tentang pentingnya meminimalisir terjadinya kekerasan seksual, Kalis berpesan untuk tetap fokus dalam memperjuangkan pengesahan RUU PKS demi terciptanya aman bagi semua orang. “RUU PKS adalah harapan besar untuk menciptakan sebuah budaya baru yang menyadari bahwa kekerasan seksual bukan hanya sebuah krisis, tetapi lebih dari itu, yang harus diperjuangkan bersama untuk mencapai aman, bukan dinormalisasikan.” tegas Kalis. (/Adn).