Yogyakarta, 12 Agustus 2020—Forum Olahraga Fisipol UGM (FOF) berkolaborasi dengan Keluarga Mahasiswa Sosiologi (KMS) dalam menyelenggarakan diskusi mengenai Sepakbola dan Pembentukan Identitas Sosial dalam Media Massa. Pada kesempatan kali ini, acara dimoderatori oleh Akbar Rizki Madani dan menghadirkan tiga pembicara yaitu Estu Santoso dari Editor Sepakbola Nasional, Dr Hempri Suyatna, Dosen Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM, dan Tonggos Darurat, perwakilan suporter PSS Sleman. Diskusi ini diselenggarakan secara daring via platform Googlemeet pada dan dimulai pada pukul 15.30 WIB.
Olahraga sepakbola telah menjadi cabang olahraga paling populer dalam beberapa dekade terakhir. Tidak hanya tentang pertandingan semata, para penggemarnya atau biasa disebut suporter juga mewarnai fenomena populer sepakbola. Dalam hal ini, sepakbola telah menjadi salah satu bentuk identitas baru yang melekat pada diri pecinta sepakbola. Menurut Hempri Suyatna, fenomena suporter dalam membentuk identitas diri disebabkan adanya perspektif labelling dan stigmatisasi. “perspektif labelling selanjutnya dapat membentuk identitas suporter. Identitas ini sering muncul di publik, biasanya dalam suatu bentuk kreativitas. Dalam hal ini, media memiliki peran dalam mengkonstruksi realitas yang ada, dan selanjutnya mendorong identitas suporter ini agar lebih dikenal” tutur Hempri dalam menutup pernyataan pertamanya.
Selanjutnya, menyambung pernyataan dari pembicara sebelumnya, Estu Santoso memberikan tanggapan bahwa pada dasarnya sepakbola sendiri dapat dipandang dari berbagai macam segi. Dalam penuturannya estu juga menyampaikan bahwa terdapat dua media massa yang membentuk karakter suporter sepakbola Indonesia, yaitu Jawapos dan tabloid bola. Perbedaan pengulasan ini sendiri biasanya berkaitan dengan topik bahasan yang dilakukan oleh masing masing media. Jawapos merupakan media lokal yang sangat tahu taste Indonesia. Sedangkan tabloid bola lebih banyak mengulas tentang sepakbola luar negeri.
Acara diskusi sore ini juga membahas tentang pergeseran media massa cetak ke online dan pengaruhnya terhadab suporter sepakbola. Menanggapi pertanyaan ini, Tonggos menyampaikan bahwa mayoritas pemberitaan online selalu berbicara mengenai anarkisme suporter. “waktu 2008 sekitar saya mulai benar-benar mendukung PSS, terdapat dua ribu berita tentang PSS yang kebanyakan tentang keributan suporter. Kondisi tersebut mendorong kami untuk membuat kanal berita sendiri, lalu juga ada podcast dan website yang mengelola berita waktu itu”. Keberadaan media sosial tidak hanya mematik rivalitas yang bersifat negative tapi juga bisa menghadirkan rivalitas berkonteks positif seperti adu kreativitas.
“suporter sepakbola terus didorong menjadi sesuatu yang bisa membangkitkan persaudaraan, membangkitkan rasa nasionalisme. Suporter bisa disemai menjadi arena strategis yang menghapuskan sekat-sekat ideologi, etnis dan kelas. Karena dalam hal ini suporter seperti imagined communities-nya Benedict Anderson”. Kalimat tersebut disampaikan oleh Hempri sebagai epilog yang sekaligus menutup diskusi ini pada pukul 17.30 WIB.(/Mdn)