Yogyakarta, 31 Oktober 2019—Sharing session Fisipol Creative Hub pada Kamis lalu menghadirkan expert dan para changemakers yang unik dengan tema yang menarik, yaitu pembahasan seputar gizi dan agrobisnis dengan para changemakers- sebutan untuk para Startup yang menjadi talent pitching Fisipol Creative Hub dan founder Gizigo secara langsung di Digilib café Fakultas Ilmu Sosial dan Politik(Fisipol) UGM. “Kebutuhan informasi kita akui memang mudah ditemukan namun tidak salah jika itu semua tidak selalu reliable. Kebutuhan itu terkadang menjadi penting karena merupakan kebutuhan primer yang sedang atau akan kita lakukan, seperti pola makan dan diet khusus,” Jelas Mufid Salim, founder Gizigo, sebuah start up yang bergerak dalam bidang gizi dan kesehatan.
Melalui ciri khas Sharing Session Fisipol Creative Hub yang menyuguhkan kopi gratisnya, kali ini hidangan minuman disediakan pula kombucha. Minuman fermentasi teh yang diolah oleh Mimi Basi, startup dengan produk Kombucha-nya yang sangat segar dan tentunya sehat. Selain Mimi Basi, tiga changemakers lainya yang ikut berbagi dalam sharing session kali ini adalah Ghidzaid, dan Sida Tani. Sama dengan Mimi Basi, keduanya bergerak dalam bidang gizi dan agrobisnis.
“Kombucha, sering diasosiasikan sebagai minuman fermentasi yang tidak halal untuk dikonsumsi karena banyak yang memberikan stereotype minuman fermentasi memiliki kadar alkohol yang tinggi, itu tidak benar,” jelas Kresna founder Mimi Basi. Padahal menurutnya Kombucha memiliki banyak vitamin K dan antioksidan yang bermanfaat bagi tubuh.
Mufid banyak membahas mengenai akses informasi dan bagaimana tren perilaku dan budaya mahasiswa saat ini. “Mahasiswa jarang sekali makan sayur, karena banyaknya pilihan makanan yang cepat dan murah yang tersedia. Padahal informasi mengenai gizi sehat sudah mudah diakses, salah satunya melalui platform Gizigo,”jelas Mufid. Gizigo merupakan platform berbasis web-base mengenai seputar makanan dan pola konsumsi tubuh. Platform tersebut melibatkan ahli gizi dan melayani konsultasi pelayanan gizi.
Salah satu highlight dalam sesi tanya jawab adalah mengenai permasalahan stunting dan ketimpangan yang masih terjadi di dunia. Salah satu kasus nyatanya di Indonesia, antara urban dan countryside misalnya di beberapa wilayah Indonesia 3T. “Memang harus dikembangkan pangan lokal yang terjangkau, pendekatan solusi ketimpangan pangan yang masih kita hadapi, dan stunting di masyarakat kita harus menggunakan pendekatan solusi yang bottom up, bukan top down,” ungkap Mufid. Menurutnya, pangan lokal yang terjangkau menjadi salah satu kunci jawaban dari solusi permasalahan-permasalahan tersebut.
Sida Tani yang bergerak dalam bidang pengolahan produk pertanian untuk meningkatkan added value dalam produk pertanian juga membawa konsep yang menarik dalam pembahasan mengenai diskusi sharing session kali ini. “Sida Tani mengolah produk pertanian untuk meningkatkan hasil para petani melalui pengolahan produk yang lebih tahan lama dan lebih mahal seperti mengolah dengan tepung dan kering-keringan,” jelas Sida Tani. Changemakers yang sudah melalang buana dengan mitranya ini menjadi salah satu contoh konkret untuk meningkatkan kesehatan gizi dalam bidang agrobisnis. (/fdr)