Social Development Talks: Potret Jaminan Sosial di Indonesia

Yogyakarta, 31 Mei 2021Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) FISIPOL UGM kembali menyelenggarakan program webinar SoDeT (Social Development Talks) pada Senin (31/5) pagi. Pada kesempatan kali ini, topik yang diangkat adalah “Potret Jaminan Sosial di Indonesia”, dengan mengundang pembicara Muttaqien MPH., AAK., selaku Wakil Ketua Komisi Kebijakan Umum Dewan Jaminan Sosial Nasional. Acara berlangsung melalui Zoom Meeting pada 10.00-12.00 WIB dan dimoderatori oleh Kafa Abdallah Kafaa, S.Sos., M.A., dosen PSdK FISIPOL UGM.

Salah satu program jaminan sosial yang banyak menjadi perhatian adalah program jaminan kesehatan. Menurut baseline, terdapat 83% kepesertaan Program Jaminan Kesehatan per 15 Mei 2020, sedangkan target pada 2024 adalah mencapai 98%. Hal ini adalah hal yang sangat berat yang akan dikerjakan oleh BPJS Kesehatan bagaimana mengejar kepesertaan dengan kondisi pandemi sekarang ini.

Muttaqien menjelaskan, sebelum ada program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) hanya terdapat tiga opsi bagi masyarakat dengan kapabilitas finansial yang terbatas. Di antaranya: memaksakan diri mengakses layanan kesehatan yang dibutuhkan; mengakses layanan kesehatan yang tersedia dan mampu dibayar saja; atau tidak mengakses pelayanan kesehatan sama sekali dan mengabaikan kondisi kesehatannya. Ketiga opsi tersebut tidak menutup kemungkinan kondisi masyarakat akan berujung pada jurang kemiskinan.

“Oleh karena itu, sesuai UU No. 40/2004, pemerintah menjalankan program JKN ini adalah bagaimana menjamin sebanyak mungkin seluruh masyarakat agar terjamin dalam program jaminan kesehatan, sehingga ketika mereka membutuhkan tidak lagi terjatuh pada masalah finansial,” kata Muttaqien.

Jika kita amati program JKN sejak 2014-2021, isu yang paling banyak muncul adalah defisit struktural, yaitu bagaimana BPJS Kesehatan tidak mampu membayar klaim rumah sakit. Hal ini terjadi karena iuran yang terjadi adalah underpriced, dimana pemerintah menetapkan iuran di bawah hitungan aktuaria. Selain itu, juga didorong adverse selection, kepesertaan rendah, dan biaya katastropik yang besar. Akhirnya, implikasi yang terjadi adalah kepercayaan publik yang rendah terhadap program JKN. Padahal, jika kita lihat, banyak sekali manfaat yang akan didapatkan masyarakat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional ini.

“Oleh karena itulah, kita mendorong pemerintah agar program ini terus berlanjut dan meningkat kualitasnya, maka perlu adanya penyesuaian iuran yang dilakukan untuk program JKN ini dengan hitungan aktuaria, ATP (ability to pay), dan mendorong adanya proses keadilan sosial,” ungkap Muttaqien. (/Wfr)