ASEAN Young Sociopreneurship Program (AYSPP) 2017, Sabtu (16/7) menggelar public lecture dan workshop di Balai Senat Rektorat dengan tema The Potentials of Youth in ASEAN dan Mastering The Art of Social Entrepreneurship. AYSPP 2017 diselenggarakan dalam kerangka kerjasama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada dan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Pada sesi public lecture menghadirkan H.E. Djauhari Oratmangun sebagai keynote speaker. Dalam kuliah umumnya, Djauhari menyampaikan bahwa ASEAN memiliki banyak potensi dalam pengembangan ekonomi, tentunya potensi tersebut haruslah didukung dengan tiga pilar ASEAN Community yang telah ditujukan untuk meningkatkan perkembangan ASEAN. Kondisi ASEAN dengan pertumbuhan kelas menengah dengan luasnya demografi pada anak muda dapat berkontribusi positif ekonomi.
Hadir pula Susli Lie, Kepala Bidang Investasi Usaha Yayasan Cinta Anak Bangsa yang juga berkiprah di bidang kewirausahaan sosial. Dalam paparannya, Suslie menyampaikan beberapa tips untuk menjadi seorang sociopreneurship yaitu untuk menjadi seorang entrepreneur you don’t have to be born an entrepreneur to succeed as an entrepreneur, miliki tim, jangan takut gagal dan temukan tujuan.
Sesi dua yaitu workshop ASEAN Young Sociopreneurship Program (AYSPP) dimulai dengan sesi dari Hemant Chanrai, Direktur Eight Four Capital PTE LTD, sebuah lembaga penasihat untuk social enterprise. Pada sesi ini, Hemant Chanrai membawakan topik berjudul “Navigating Network and Enterpreneur Market”. Hemant Chanrai membicarakan pentingnya networking dan strategi pemasaran dalam pelaksanaan sociopreneurship. Hal ini dikarenakan sekitar 90 persen dari potensi pertumbuhan bisnis sociopreneur berada di luar praktik bisnis. Lebih lanjut, ia memberikan beberapa strategi bagi para pengusaha sociopreneur seperti memiliki mobilitas yang lebih tinggi, memiliki basis bisnis yang data-driven, dan yang tidak kalah penting, memulai bisnis dengan menentukan permasalahan yang ingin diselesaikan serta menentukan solusinya. Sebelum menutup sesinya, Hemant Chanrai mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang amat besar dalam bidang sociopreneurship. Dimana hal ini sejatinya merupakan peluang yang amat besar yang dapat dimanfaatkan oleh pemuda Indonesia.
Setelah Hemant Chanrai, sesi workshop dilanjutkan oleh Nicholas Chan, seorang mentor bisnis sekaligus maritime technologist dan pengusaha di Asia Tenggara. Dalam sesinya, Nicholas Chan membawakan topik bertajuk “Reality Check: Do You Have What it Takes to be a Social Enterpreneur?”. Membawakan sesinya dengan gaya yang atraktif, Nicholas Chan menekankan bahwa terdapat banyak miskonsepsi dalam memahami social enterpreneurship. Menurut beliau, social enterpreneurship tidak sama dengan penggalangan dana, kampanye untuk meningkatkan kesadaran, kegiatan amal, ataupun organisasi yang tidak berbasis pada keuntungan atau Non-Profit Organization (NPO). Nicholas Chan berkata bahwa terdapat beberapa elemen yang hanya ada dalam sociopreneurship, seperti isu-isu tertentu yang coba diangkat, beneficiaries, sukarelawan yang membantu berjalannya kegiatan, dan penggalangan dana dalam aspek sosial. Sedangkan dalam aspek “enterprise”, terdapat elemen berupa staf, inovasi, perkembangan bisnis, dan pendapatan yang mesti dipertimbangkan.
Setelah kedua sesi berakhir, kegiatan dilanjutkan dengan pitching. Dalam kegiatan ini, peserta workshop yang sebelumnya telah dibagi dalam beberapa kelompok kecil diminta untuk mempresentasikan proyek sociopreneur mereka di depan para pembicara untuk diberikan saran dan kritik. Dari beberapa tim terpilih, salah satunya adalah tim Zikaways yang merupakan peserta kompetisi AYSPP 2017. Tim yang berasal dari Filipina ini membawakan produk berupa gelang yang berbahan tumbuhan dan minyak yang dapat menghalau nyamuk penyebab penyakit Zika. Dikatakan bahwa kegiatan pitching ini merupakan bentuk latihan yang baik bagi para kompetitor AYSPP 2017 sebelum turun ke medan perlombaan esok harinya.