
Yogyakarta, 18 Maret 2021—Social Development Talks (SoDeT) mengadakan diskusi bertajuk “Peta Jalan Transformasi dan Inklusi Digital Indonesia”, pada Kamis (18/03). SoDeT yang merupakan bagian dari Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) FISIPOL ini, melaksanakan diskusi daring melalui Zoom. Diskusi menghadirkan Dr. Dedy Permadi, dosen Hubungan Internasional FISIPOL UGM dan Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia sebagai pembicara. Moderator dalam diskusi kali ini adalah Zita Wahyu Larasati, S.Sos., M.A., dosen PSdK FISIPOL UGM.
Diskusi dimulai dengan sambutan dari Dr. Krisdyatmiko, S.Sos, M.Si, Ketua Departemen PSdK FISIPOL UGM. Dalam sambutannya, Krisdyatmiko menjelaskan mengenai SoDet sekaligus memperkenalkan mata kuliah Inklusi Digital yang baru diluncurkan dua hingga tiga tahun ini. Krisdyatmiko juga berharap dalam diskusi kali ini dapat mengulas kebijakan-kebijakan pemerintah yang menjawab mengenai permasalahan digital yang dihadapi Indonesia.
Dedy menjelaskan, saat ini Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan agenda Percepatan Transformasi Digital Nasional, yang mendorong prinsip inklusifitas di dalamnya. Dalam presentasinya Dedy memperlihatkan ada empat sektor prioritas yang didorong pemerintah. Keempatnya adalah infrastruktur internet, kebijakan pengembangan teknologi, pengembangan sumber daya manusia atau talenta digital, dan percepatan legislasi primer dan kerjasama internasional.
Dalam konteks inklusifitas, Dedy menjelaskan ada masalah utama yang dihadapi seluruh masyarakat Indonesia, yaitu lambatnya internet atau bahkan ketiadaan internet. Menurutnya, dalam titik-titik tertentu masalah ini sudah dikeluhkan oleh banyak orang. Dedy mencontohkan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar di Indonesia) siswa yang bersekolah secara daring harus naik pohon. “Ini menjadi potret kesenjangan infrastruktur telekomonikasi kita”, tutur Dedy.
Berdasarkan data, Dedy melanjutkan Indonesia memiliki 12.548 desa yang belum memiliki akses sinyal 4G dari total keseluruhan 83 ribu lebih kelurahan dan desa yang ada di Indonesia. “Dari 12 ribu ini, 9.113 diantaranya berada di daerah 3T”, imbuh Dedy. Menurutnya, ini merupakan salah satu yang memperbesar kesenjangan internet di Indonesia.
Dedy lantas melanjutkan ada dua solusi untuk mengatasi masalah ini, yaitu melalui pembangunan dan peningkatan. Ia memaparkan bagi daerah yang belum memiliki menara Base Transceiver Station (BTS) maka perlu dibangun. Sedangkan, bagi daerah yang sudah memiliki menara BTS tetapi spesifikasinya 3G maka harus dilakukan peningkatan menjadi 4G. Dedy juga menambahkan perlunya berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain untuk mengatasi kesenjangan internet di daerah 3T dan non 3T.
Dalam sesi diskusi, Baharudin menanyakan mengenai peta jalan pengurangan kesenjangan digital dengan kesenjangan kesejahteraan. Dedy menjawab dengan pemaparan bahwa Kementerian Kominfo melakukan focus group discussion (FGD) dengan banyak lembaga misalnya Kementerian Bidang Perekonomian dan Bappenas. Selain itu, FGD juga dilakukan dengan Kementerian Sosial (Kemensos) yang bertujuan untuk menyelaraskan program pengurangan kesenjangan digital Kementerian Kominfo dengan misi Kemensos untuk mengurangi kesenjangan sosial. Ia melanjutkan hasil dari berbagai FGD ini dihasilkan 100 inisiatif turunan dari kepentingan lintas lembaga. “Dari sejumlah 100 inisiatif unggulan ada beberapa yang menyasar isu kesejahteraan sosial, misalnya pengembangan aplikasi untuk dana kemiskinan”, tambah Dedy. (/anf)