Yogyakarta, 25 November 2021─Seiring dengan perkembangan pandemi yang mulai menurun, kebijakan pembelajaran tatap muka mulai diwacanakan oleh perguruan tinggi. Namun, di sisi lain terdapat kondisi dilematis bagi dosen maupun mahasiswa yang diakibatkan oleh kebiasaan daring selama hampir dua tahun. Oleh karenanya, Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM menyelenggarakan webinar manajemen risiko. Webinar yang dilangsungkan melalui zoom dan youtube ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi manajemen risiko perguruan tinggi untuk menghadapi blended learning. Webinar ini menghadirkan perwakilan dosen, Dr. Eng. Ngadisih, STP., M.Sc., yang juga sekaligus menjadi bagian dalam Pusat Inovasi dan Kajian Akademik (PIKA) UGM dan perwakilan mahasiswa yaitu M Kevin Alwafi, mahasiswa MKP UGM.
Dalam kesempatan tersebut, Kevin menyampaikan keresahan mengenai kebijakan blended learning dari sudut pandang mahasiswa. Di satu sisi, blended learning sangat ditunggu-tunggu oleh mahasiswa karena beberapa hal, antara lain, kemungkinan adanya interaksi yang lebih baik dengan tenaga pengajar, lingkungan kampus yang mendukung kegiatan belajar mengajar, serta aksesibilitas terhadap fasilitas kampus yang telah lama dibatasi. Namun, di sisi lain, ia juga menyampaikan adanya keraguan dan keresahan terhadap kebijakan tersebut, “Mulai dari risiko penyebaran covid-19, perbedaan pemahaman antar mahasiswa luring dan daring, hingga kemungkinan adanya orang tua yang belum mengizinkan,” terang Kevin.
Menanggapi hal di atas, dosen yang akrab disapa Asih tersebut mengakui memang terdapat kelembaman yang terjadi di pihak dosen maupun mahasiswa. Di satu sisi, pembelajaran daring yang telah menjadi kebiasaan menimbulkan rasa nyaman. Namun, di sisi lain terdapat keharusan untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui evaluasi pelaksanaan KBM setiap semester. Dalam kesempatan tersebut, Asih menyampaikan bahwa PIKA telah mengadakan survei tentang kebutuhan pelaksanaan KBM untuk mendukung pencapaian kompetensi pembelajaran. Adapun 585 responden, 54,2% responden menyatakan membutuhkan KBM secara bauran, 34,25% membutuhkan KBM secara luring dan 11,6% lainnya membutuhkan KBM secara daring. Survei tersebut menjadi pijakan untuk memutuskan kebijakan panduan pelaksanaan KBM untuk semester gasal tahun akademik 2021/2022 yang telah disampaikan melalui Surat Rektor Nomor 2681/UN1.0/SET-R/KR/2021 yang merekomendasikan untuk menyiapkan pelaksanaan KBM secara bauran. Hasil survei juga menunjukkan bahwa assessment yang dilakukan sudah mampu menunjukkan kemandirian, kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab dan pencapaian CPMK. Meskipun begitu, Asih mengakui bahwa perlunya peningkatan dalam kualitas interaksi selama kuliah daring. Mengingat, terdapat 44% responden yang merasa bahwa kualitas interaksi masih kurang. “Hal ini sejalan dengan keresahan dan kekhawatiran mahasiswa yang telah disampaikan sebelumnya,” tambah Asih.
Dengan hasil evaluasi dan survei tersebut, Asih menyampaikan beberapa catatan evaluasi KBM Daring semester genap 2020/2021. Mulai dari perlunya peningkatan pada integritas dan tanggungjawab mahasiswa saat KBM daring, optimalisasi metode KBM Dring yang inovatif, kreatif, dan tidak membebani, hingga bantuan dalam beban biaya selama KBM daring bagi mahasiswa. (/Ann)