Program Pascasarjana Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL UGM pada tanggal 4 Mei 2017 mengadakan forum penelitian bulanannya di Ruang Auditorum Lantai 4 Gedung BB FISIPOL UGM. Forum ini membahas isu menarik terkait Kebijakan Hubungan Perburuhan di Indonesia, serta menilik apakah hak buruh untuk berserikat dan membentuk organisasi sudah terpenuhi.
Forum penelitian bulanan menghadirkan Sari Sitalaksmi M.Mgmt., Ph.D. (Dosen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM) sebagai pembicara. Sejak pukul 07.30 acara dimulai dan diikuti oleh mahasiswa Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik yang terlihat sangat antusias menyimak materi forum yang disampaikan.
Pembicara membuka forum dengan menjelaskan data mengenai proporsi penyerapan dan tingkat keterampilan tenaga kerja di Wilayah Asia Pasifik. Persentase Indonesia yang sama dengan Negara Iran dan Kamboja menurut pembicara mengkhawatirkan.
“Itu merupakan persentase dari seluruh penduduk negara, dan jelas jumlah penduduk Indonesia jauh melebihi jumlah penduduk Iran maupun Kamboja,” ungkap Sari Sitalaksmi.
Tingginya angka pekerja buruh kelas rendah menimbulkan kekhawatiran dalam aspek perlindungan tenaga kerja. Selain itu dalam urutan nilai kompetitif global, Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun 2016 selalu berada diantara peringkat 38-46. Lain halnya jika melihat negara-negara tetangga Indonesia seperti Malaysia yang berada diantara di peringkat 18-25 dan Singapura yang selalu stabil di peringkat dua. Fakta menarik lainnya juga disampaikan ketika Indonesia ternyata bersama Sierra Leone, dan Sri Lanka merupakan tiga negara dengan dana pesangon terbesar di dunia. Hal ini menandakan bahwa tiga negara tersebut memiliki sistem ketenagakerjaan yang ketat, sehingga tidak dapat memecat pegawai/karyawan.
Ketika membahas mengenai hukum kritikal yang mengatur ketenagakerjaan, Indonesia sudah memiliki tiga undang-undang yang berlaku, yaitu pertama UU No. 21 tahun 2000 mengenai serikat buruh/pekerja, kedua adalah UU No. 13 tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan, dan terakhir adalah UU No.2 tahun 2004 mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Selain ketiga undang-undang tersebut, Indonesia juga telah menyetujui delapan konvensi penting International Labour Organization dan menerapkannya dalam hukum negara. Contoh hukum penting yang diterapkan adalah penghilangan kerja paksa serta diperbolehkannya kebebasan berorganisasi.
Walaupun hukum kebebasan berorganisasi dan berserikat sudah terlaksana, namun serikat buruh dinilai sangat terkotak-kotak. Kondisi ini terjadi akibat opresi yang dahulu pernah terjadi pada zaman orde baru, ketika buruh tidak boleh tergabung dalam sebuah serikat atau organisasi buruh selain dari pemerintah. Opresi ini menyebabkan para buruh sangat bergantung pada partai-partai politik yang ingin mendukung mereka, hasilnya serikat-serikat buruh yang terfragmentasi dengan bargaining power yang lemah.
Selain itu, trennya sekarang adalah adanya penurunan dukungan finansial terhadap serikat-serikat buruh yang juga berdampak pada penurunan aksi-aksi signifikan terkait nasib kaum buruh. Selain itu terdapat cara-cara ‘halus’ lainnya agar menurunkan aksi-aksi buruh, seperti terbentuknya berbagai organisasi olahraga perusahaan agar karyawan lebih fokus untuk bergabung dan beraktivitas di organisasi olahraga tersebut dibandingkan dengan organisasi buruh.
Sebagai penutup materi, narasumber memberikan data mengenai tingkat pengangguran berbagai kota di Indonesia. Narasumber juga turut menjelaskan korelasi antara tingkat pengangguran sebuah kota dengan gejolak politik. Kota-kota dengan tingkat pengangguran tertinggi seperti Banten dan Jawa Barat juga memiliki aksi-aksi demonstrasi terbanyak dalam skala jumlah aksi serta jumlah peserta aksi terbanyak dibandingan dengan kota-kota lain di Indonesia.
Setelah itu terdapat pertanyaan menarik dari salah satu peserta forum yang menanyakan sistem magang di Indonesia yang berarti sebuah perusahaan ingin mencari SDM dengan bayaran sangat murah. Namun narasumber merespon fenomena ini hanya merugikan pihak-pihak yang ingin bekerja waktu penuh namun hanya diberikan status magang, lain halnya untuk para mahasiswa yang ingin melakukan magang dengan jam dan kontrak fleksibel demi mencari pengalaman kerja. (ojk)