Yogyakarta, 5 Februari 2022─Keluarga Mahasiswa Sosiologi (KMS) Fisipol UGM menyelenggarakan serial Diskusi Eksternal KMS bertajuk “Sandang, Pangan, Papan, Smartphone” pada Sabtu (5/2). Acara yang berlangsung melalui Zoom Meeting ini menghadirkan pemateri dari Studio Malya, yakni Nandhika Lupitasari dan Fatah Yusi, serta dosen Sosiologi UGM yaitu Derajad S. Widhyharto.
Mengupas seni instalasi karya Studio Malya yang berjudul “Aku Mengintip, Kamu Mengintip”, pencipta memosisikan instalasi tersebut sebagai imaji terhadap pelanggaran privasi data pribadi melalui tindakan surveilans di kehidupan sehari-hari. Proses “mengintip” baik dalam ranah digital maupun riil menjadi bentuk paling umum pelanggaran privasi yang kerap kali dimaklumi. Surveilans terjadi secara ulang-alik antara realitas fisikal dan digital. Contoh paling sederhana yang sering kita alami adalah diintip atau mengintip format lockscreen HP secara langsung.
Berkaitan dengan narasi yang menyorot peluang pelanggaran privasi dalam RUU Perlindungan Data Pribadi, kita sebagai warga negara diambil datanya untuk kepentingan pendataan oleh negara. Namun, dalam RUU tersebut tidak disebutkan secara spesifik pihak yang dimandatorikan untuk mengambil data. Hal ini menjadi rentan karena pihak ketiga yang tidak disebut secara jelas akan melemahkan pengawasan hukum.
“Karena misalnya data kita direkam tetapi pihak yang melakukan hal ini tidak bertanggungjawab, bagaimana kemudian, sekarang saja data kita sering bocor. Pengambilan data memang penting bagi negara, tapi kita belum merasa aman secara hukum soal ini,” ucap Fatah Yusi.
Salah satu model pengambilan data pribadi adalah surveilans biometrik melalui bagian tubuh seperti wajah, retina, sidik jari, dan lain-lain. Di Indonesia, surveilans biometrik turut diaplikasikan dalam RUU PDP secara individual melalui smartphone. Padahal, RUU PDP merupakan bentuk pelembagaan surveilans biometrik yang riskan terhadap konsekuensi pengulangan regulasi ketimpangan kelas dan ilmu pengetahuan secara global.
Kehadiran smartphone turut mempermudah pelembagaan surveilans biometrik sebagai suatu kewajaran karena menjadikan kita semakin taken for granted terhadap apapun data kita.
“Regulasi RUU PDP masih simpang siur, yang seharusnya melindungi kita justru setelah ditelusuri malah tidak melindungi, sebenarnya hal-hal yang bisa kita minimalisasi itu ada di tangan kita sendiri, itu pilihan kita untuk melindungi data kita dan merasa aman di dunia digital,” tutur Nandhika.
Sementara itu, Derajad membahas mengenai filsafat teknologi bahwa manusia itu inheren dengan teknologi, di mana teknologi membentuk dan mengubah budaya serta lingkungan hidup masyarakat. Esensi teknologi terkait dengan eksistensi manusia itu sendiri, artinya teknologi memunculkan teknologi dan menjadi manusia karena teknologi. (/Wp)