
Yogyakarta, 21 Oktober 2021─Center for Digital Society (CfDS) menghelat talkshow Digital Expert Talks #4 bersama Facebook Indonesia bertajuk “RUU PDP dan Perekonomian Digital Indonesia”. Acara ini membahas tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) dari sisi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), manfaat yang ingin dicapai dari pengesahan RUU tersebut, serta pandangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri teknologi, dan akademisi.Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan, menyampaikan bahwa pada bulan November mendatang, DPR RI harus memutuskan apakah RUU PDP akan lolos menjadi UU atau tidak. Menurut Farhan, ada sejumlah tantangan dalam proses pengesahan RUU PDP. Persoalan umum yang menjadi perdebatan di DPR RI di antaranya mengenai pengertian data pribadi dan perlindungan data pribadi, serta pembentukan otoritas perlindungan data pribadi. “RUU ini menempatkan para stakeholder sebagai bagian dari pihak yang memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk melindungi kepentingan konsumen atau data pribadi dari warga negara Indonesia,” tutur Farhan.
Senada, Deputi Direktur Basel dan Perbankan Internasional OJK, Tony, juga menilai bahwa bila nantinya disahkan, UU PDP akan sangat membantu OJK. Sebab, saat ini digitalisasi di sektor perbankan sudah tidak bisa dihindari, sedangkan literasi digital masyarakat masih rendah dan banyak serangan siber yang mengancam keamanan data pribadi nasabah bank. Saat ini, perlindungan data nasabah diatur dalam UU Perbankan, sehingga sektor jasa keuangan tidak bisa serta merta membagikan data nasabah kepada pihak lain, namun seringkali nasabah justru kurang memperhatikan data pribadi mereka sendiri. “Dalam pilar transformasi digital, OJK meminta perbankan untuk melakukan tiga hal, yakni data protection, data transfer, dan data governance,” terangnya.
Dari sisi industri, RUU PDP diharapkan dapat menyeimbangkan antara ruang untuk berinovasi dengan perlindungan bagi masyarakat. “UU PDP ini jangan sampai membunuh inovasi,” kata Manajer Kebijakan Publik Facebook Indonesia & Timor Leste, Noudhy Valdryno. Perlu rumusan yang pas agar UU PDP dapat membuat industri patuh tanpa mengganggu operasional mereka. Selain itu, Valdryno berharap agar UU PDP bisa diakui dengan standar internasional serta bisa memfasilitasi transaksi lintas negara (cross border e-commerce). Saat ini Facebook berupaya untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya privasi di ranah daring serta memberikan masukan kepada pemerintah terkait PDP.
Menurut peneliti Center for Indonesian Policy Studies, Thomas Dewaranu, RUU PDP juga harus mampu mengayomi masyarakat yang kurang memperhatikan tentang syarat dan ketentuan (terms and condition) dalam hal layanan atau teknologi digital. “Jadi meskipun mereka sudah klik ‘setuju’ tapi belum membaca term and condition, mereka tetap terlindungi karena ada payung hukum UU PDP yang membatasi penggunaan data pribadi,” kata Thomas. (/NIF)