Acara Youth Journalisme Movement sebagai salah satu rangkaian kegiatan Dies Natalis 62 Fisipol 2017, telah dimulai sejak Jum’at 18/11. Talkshow Jurnalisme di Era Digital: Peluang dan Tantangan, menjadi pembuka rangkaian acara yang akan berlangsung hingga hingga Minggu (19/11). Talkshow ini menghadirkan Lisa Lindawati (Staff Pengajar Kajian Jurnalisme Departemen Ilmu Komunikasi) sebagai pembicara, dan M. Ramdayanu (Ketua KOMAKO 2017) sebagai moderator. Bertempat di Gedung Yong Ma lantai 3 Fisipol, acara ini dihadiri oleh siswa-siswi SMA di Yogyakarta yang telah mendaftar sebelumnya.
Talkshow ini dibuka dengan sambutan dari Ketua Dies Natalis Fisipol, I Gusti Ngurah Putra. Dalam sambutannya, Ngurah mengapresiasi para panitia yang telah membuat acara. Menurutnya, acara ini penting dilakukan mengingat Departemen Ilmu Komunikasi merupakan departemen yang cukup banyak menghasilkan banyak jurnalis. Ia berharap acara ini dapat memberikan inspirasi kepada para jurnalis SMA tentang dunia kewartawanan. “Mudah-mudahan acara yang diikuti oleh siswa yang terjun dalam kegiatan jurnalis dapat memberi inspirasi bagaimana dunia jurnalis yang sesungguhnya secara akademik, sehingga mendapat pondasi yang wah,” tuturnya. Ia juga berharap acara ini juga dapat menjadi event rutin tahunan.
Setelah mendapat sambutan, acara talkshow dimulai oleh M. Ramdayanu Muzakki sebagai moderator. Acara yang berlangsung kurang lebih 2 jam ini, dibagi menjadi 2 sesi: materi dan tanya jawab. Pada sesi materi, Lisa Lindawati memberikan ilmu mengenai peluang dan tantangan jurnalisme di era digital. Sebagai bekal, Lisa terlebih dahulu memberikan materi mengenai jurnalisme dasar seperti prinsip-prinsip jurnalisme, kebenaran, fakta, framing, dan materi lainnya.
Tujuan pemberian materi jurnalisme dasar kepada anak SMA adalah untuk memberikan pemahaman dasar mengenai jurnalisme, sebelum membahas materi jurnalisme di era digital. “Jurnalisme itu ibarat penyedia gizi bagi ruang publik. Maksudnya, media menyediakan bahan untuk diasup masyarakat sebagai opini publik. Jadi, kalo beritanya baik maka opininya baik,” tuturnya diawal materi. Lisa juga menambahkan bahwa kebenaran dari proses jurnalisme bukanlah kebenaran mutlak, melainkan kebenaran yang diupayakan yang dicari dari prinsip-prinsip jurnalisme. Semakin lengkap prinsip-prinsip jurnalisme, maka semakin dekat dengan kebenaran.
Terkait jurnalisme di era digital, Lisa menyatakan bahwa hal tersebut berbeda dengan jurnalisme yang dulu. Di era digital, jurnalis dituntut untuk mempunyai skill berbeda yang disebut dengan multiskill. Jurnalis di era digital bukan hanya harus memiliki skill menulis, tetapi juga skill lain yang berhubungan dengan teknologi dan media digital. Secara penyampaian, jurnalisme di era digital juga berbeda, meskipun secara prinsip tetap sama dengan jurnalisme konvensional. Sedangkan dalam hal konten, pada platform berita digital, konten yang dibuat juga bersifat multimedia. Selain itu, satu hal yang membedakan jurnalisme digital dengan jurnalisme konvensional adalah kecepatan penyebaran informasi. Di era digital, informasi yang disebarkan menjadi lebih cepat.
Jurnalisme di era digital ini merupakan gaya baru kegiatan jurnalistik yang memiliki peluang dan tantangan. Berkaitan dengan peluang, Lisa menjelaskan beberapa peluang jurnalisme di era digital, seperti: setiap orang dapat memproduksi berita/informasi, perspektif berita menjadi lebih beragam, dan informasi menjadi lebih cepat sampai ke publik. Namun, meskipun memiliki peluang tersebut, jurnalisme di era digital justru mendapat tantangan, seperti: ketidakpahaman beberapa penulis terhadap prinsip jurnalisme, kualitas berita yang beragam, dan mudah terjadi bias informasi karena mengandalkan kecepatan, bukan ketepatan.
Adanya peluang dan tantangan jurnalisme di era digital melahirkan beberapa fenomena seperti hoax dan clickbait. Oleh karena itu, Lisa berpesan kepada para peserta agar berhati-hati dalam menyebarkan informasi. Lisa juga memberikan pesan kepada para jurnalis SMA untuk berani membuat media sendiri, maupun berkontribusi dalam media yang sudah ada. Pesan tersebut sekaligus menutup materi dalam talkshow kali ini. Setelah pemberian materi, moderator membuka sesi tanya jawab, dan disambut dengan antusiasme yang baik oleh para peserta. Terbukti, banyak peserta yang mengajukan pertanyaan dengan substansi yang berat untuk seusia anak Sekolah Menengah Atas.
Talkshow jurnalisme di era digital merupakan pembuka rangkaian acara Youth Journalism Movement. Selain talkshow, peserta juga diberi workshop mengenai jurnalisme dan praktek langsung. Ditemui di akhir acara, Ridha selaku ketua panitia menyampaikan tujuan diadakan rangkaian kegiatan Youth Journalis Movement 2017. Menurutnya, YJM ini merupakan upaya dan ikhtiar Fisipol untuk mencetak jurnalis-jurnalis masa depan yang memiliki kredibilitas dan kompetensi yang baik. “Dari rangkaian kegiatan ini, diharapkan para peserta mendapatkan ilmu serta konsep dari jurnalisme dasar sehingga para peserta bisa mengejawantahkan ilmu yang didapatkan ketika kembali berkarya di sekolah,” tambahnya. (ASA)