Yogyakarta, 27 November 2020—Himpunan Mahasiswa Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, FISIPOL, UGM kembali menghelat rangkaian serial Diskusi Online (DISKON #3). Menariknya, pada edisi special eco-justice kali ini, KAPSTRA menghadirkan dua narasumber, yakni Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi (Direktur WALHI NTT) dan Grita Anindarini (Indonesia Center for Environtmental Law) dalam membahas perihal isu Proyek Pembangunan Wisata Premium di Taman Nasional Komodo. Jalannya diskusi banyak memberikan pemahaman komprehensif terkait kondisi isu yang sempat ramai menarik perhatian publik.
Proyek Pembangunan Wisata Premium: Bukan Jurrasic Park Melainkan Juragan Park
Dengan memfokuskan pada aspek ekonomi-politik, Umbu menyatakan bahwasanya Proyek Pembangunan Wisata Premium yang berlokasi di Taman Nasional Komodo merupakan proyek pemerintah yang berkedok ekonomi dengan narasi tujuan untuk menyejahterahkan masyarakat setempat. Orientasi inilah yang kemudian meminggirkan esensi dalam melindungi kawasan ini. Menyedihkannya lagi, merujuk pada salah satu hasil riset Komodo Survival Program bersama Wiley, Australia, disebutkan apabila proyek ini berjalan dan ditambah dengan kondisi perubahan iklim akan berimbas pada semakin buruknya kondisi komodo yang terancam punah. Umbu juga memaparkan bahwasanya pembangunan infrastruktur skala besar ini juga dapat berdampak negatif pada perubahan Bentang Alam Komodo, Binatang Endemik lainnya, serta Ekosistem Mangrove yang berada di sekitarnya.
Dampak yang demikian merupakan konsekuensi atas sentralistiknya pemerintah yang memprioritaskan pihak investor. Umbu turut menyampaikan bahwasanya pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih minim dalam memberikan transparansi kepada masyarakat setempat terkait infrastruktur perlindungan habitat Komodo. Proyek Pembangunan Wisata Premium di TNK yang dinarasikan dengan tujuan untuk menyejahterahkan warga setempat ini juga dirasa tidak sinkron dengan kondisi di lapangan. Yang mana, Umbu sendiri menyatakan bahwasanya “Indikator kesejahteraan di kawasan TNK tidak jelas karena menurut pengakuan warga, mereka sudah hidup cukup, hanya sajah perihal kebutuhan dasar seperti air yang masih menjadi masalah utama” Ujar Umbu.
Menjadi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, TNK Rentan Diambil Alih Pusat
Tendensi pemerintah yang cenderung memihak investor juga diperkuat dengan posisi Taman Nasional Komodo yang telah menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KPSN). Bagi Grita, posisi yang kendati demikian justru akan semakin melemahkan posisi TNK sebab segala hal yang berkaitan dengan proyek pembangunan ini akan disetir sepenuhnya oleh pusat. Kondisi ini juga memiliki imbas berkelanjutan, yakni semakin terbatasnya keterlibatan pihak lain, seperti pemerintah daerah dan masyarakat. Tak hanya itu, dengan diberlakukannya UU Cipta Kerja, Proyek Pembangunan Wisata Premium di TNK ini juga dianggap telah memenuhi syarat pengecualian AMDAL. Berbagai bentuk relaksasi yang memudahkan pembangunan kawasan ini juga dapat dilihat dari adanya kemudahan dalam pelaksanaan Rencana Tata Ruang yang memungkinkan kawasan ini dapat diubah lebih dari satu kali dalam jangka waktu lima tahun.
Relaksasi lainnya, yakni kawasan yang telah dinobatkan menjadi KPSN akan selalu mendapatkan ijin yang didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional meskipun kawasan tersebut belum dimuat dalam Perencanaan Tata Ruang Pesisir. Selain itu, terdapat pula kemudahan dalam kegiatan yang hanya menggunakan UPL akan tetap dapat berjalan tanpa harus menunggu turunnya perizinan. Dalam hal ini, dengan hanya menggunakan sertifikat standar saja, pengoperasian dapat dijalankan. Secara keseluruhan, Proyek Pembangunan Wisata Premium di TNK ini telah dilekati dengan keberadaan regulasi yang cenderung memudahkan pusat dalam mengambil-alih kuasa atas kawasan. Terlebih lagi, UU Cipta Kerja dapat dianggap menjadi alat kekuasaan pusat dalam merealisasikan proyek pro investor yang makin meminggrikan esensi perlindungan terhadap kawasan lingkungan hidup, serta melimitasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam mendudukkan kebijakan. (/Adn)