Seminar “Aksi Pemuda untuk Indonesia” menjadi bagian dari perhelatan Sociopreneur Muda Indonesia (SOPREMA) 2017 yang digelar Kamis (12/10). Bertempat di Hall Gedung Grha Sabha Pramana (GSP) UGM lantai satu, kegiatan ini mengundang Senior Vice President Bank rakyat Indonesia (BRI) Agus Rachmadi, Presiden Komisaris Kumparan.com Budiono Darsono, dan Presiden 4.0 Komunitas Tangan di Atas (TDA) Mustofa Romdloni sebagai pembicara. Turut hadir Jonni Mardizal selaku Plt Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia.
Acara dibuka dengan pemberian sambutan oleh Dr. Hempri Suyatna, M.Si. selaku ketua SOPREMA 2017. Selanjutnya, sambutan diberikan oleh Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fisipol UGM, Dr. Wawan Mas’udi. “Kegiatan ini (SOPREMA 2017) sesuai dengan visi dan misi UGM yaitu locally rooted globally respected dan ini adalah sumbangsih Fisipol dalam hal tersebut,” ujar Wawan.
Hal senada juga ditunjukkan oleh drg. Ika Dewi Ana, M.Kes., Ph.D, Wakil Rektor Bidang Penelitan dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gadjah Mada. Menurut beliau, kegiatan SOPREMA selaras dengan UGM, dimana sejak kelahirannya, Kampus Kerakyatan sudah menanamkan jiwa sosioenterpreneur yang dapat dilihat dari berbagai statuta dan juga kiprah founding fathers UGM. Selain itu, UGM juga memiliki program untuk inovasi wirausaha muda, yaitu Innovative Academy. “Ini sebagai bentuk kepedulian UGM untuk terus mengembangkan jiwa sosiopreneurship, tidak hanya pada mahasiswa namun juga pada akademisi,” ungkap Ika.
Dalam keynote speechnya, Jonni Mardizal menjelaskan bahwa persentase kewirausahaan di Indonesia mencapai angka 3,1% artinya hanya sekitar 7,8 juta masyarakat yang bergelut di bidang kewirausahaan dari total 252 juta. Angka ini masih terbilang kecil bila dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia ataupun Jepang, meskipun indikator angka kewirausahaan negara maju ada di angka 2%. Mengerucut pada wirausaha muda, dari data yang dihimpun, terdapat tiga sektor ekonomi yang mayoritas digarap oleh pemuda, yaitu manufaktur (26,44%), jasa (48,52%), dan pertanian (25,84%). Selain itu, Jonni juga menyebutkan berbagai tantangan yang dihadapi oleh pemuda Indonesia, diantaranya terkait tingkat persentase pendidikan pemuda sebesar 15,38% dari total pemuda Indonesia, hingga tingginya tenaga kerja asing yang ada di Indonesia. Sehingga, menjadi seorang wirausahawan merupakan salah satu langkah yang tepat dalam menjawab tantangan tersebut.
Pembunyian otok-otok yang dimpimpin oleh Jonni Mardizal, Hempri Suyatna, Ika Dewi Ana, dan Agus Rachmadi dan diiringi ratusan otok-otok yang turut dibunyikan oleh peserta kemudian menandai dimulainya seminar SOPREMA 2017. Sesi seminar kemudian dibuka oleh Eka Zuni Lusi Astuti, M.A. (staf pengajar Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM) sebagai moderator.
Pemateri pertama adalah Mustofa yang merupakan Presiden 4.0 Komunitas Tangan di Atas (TDA). Komunitas Tangan di Atas sendiri merupakan sebuah komunitas yang bergerak dalam ranah social movement. Komunitas Tangan di Atas sudah tersebar di 60 kota di Indonesia dengan anggota mencapai 20.000 orang. “TDA melakukan empowering pada wirausahawan dan bukan masyarakat sekitar. Dengan ini, terjadi multiple effect,” ujar Mustofa. Dalam TDA, kegiatan yang dilakukan untuk mendukung empowerment seperti sharing, coaching, training, networking, dan juga mentoring. Di awal, Mustofa menceritakan mengenai lika-liku perjalanannya hingga mencapai posisi saat ini. Ia mengaku pernah mengajar les privat, MLM, hingga bisnisnya yang saat ini yaitu retail bijih plastik di Indonesia. “Kunci yang paling penting untuk pemula dalam sosiopreneurship adalah mengubah mindset dan kebiasaan yang dimiliki,” kata Mustofa. Hal itu bisa dicerminkan dari keberanian untuk mencoba, keberanian untuk keluar dari zona nyaman, keberanian untuk gagal, dan lain-lain.
Budiono Darsono selaku Presiden Komisaris Kumparan.com memberikan materi terkaitbisnis dan media digital. Dalam hal ini, beliau menekankan pentingnya unsur kecepatan dan ketepatan. “Yang dilakukan oleh media online mesti cepat dan tepat. Tepat di sini dalam artian akurat,” ujarnya. Ia juga menyinggung bahwa media memiliki kemampuan untuk membuat masyarakat bergerak. Karakter inilah yang membuat wirausahawan sosial mesti berkolaborasi dengan media. Lebih lanjut Budiono juga menekankan pentingnya prinsip amati, tiru dan modifikasi (ATM), kredibilitas, dan kompetensi dalam menjalankan bisnis. Selain kedua praktisi tersebut, Agus dari BRI turut menjadi pembicara seminar. Dalam kesempatan ini, ia memberikan motivasi pada para wirausahawan muda. Tak lupa, beliau juga menyatakan komitmen BRI sebagai bank rakyat untuk mendukung para wirausahawan muda.