
Yogyakarta, 22 Oktober 2020—Sociopreneur Muda Indonesia (Soprema) Fisipol UGM mengadakan webinar Bincang Soprema bertajuk “Dinamika Sociepreneur di Tengah Pandemi COVID-19”, pada Rabu (21/10). Webinar yang dilaksanakan secara daring melaluai Zoom ini menghadirkan dua pembicara. Kedua pembicara tersebut adalah Resta Aqabah Amjad, Sirvano Consulting dan Paksi Raras, aktivis sosial Jogja Lawan Corona. Moderator dalam webinar kali ini adalah Eka Zuni Lusi, Dosen PSdK Fisipol UGM.
Paksi sebagai pembicara pertama menceritakan mengenai gerakan yang ia inisiasi bersama teman-temannya, yaitu Jogja Lawan Corona. Munculnya gerakan pada masa awal-awal merebaknya COVID-19 di Indonesia, ketika para tenaga medis mengalami kesulitan mendapatkan alat pelindung diri (APD). Maka, muncullah ide diantara Paksi dan kawan-kawannya untuk memproduksi APD dan disumbangkan gratis kepada tenaga medis yang membutuhkan.
Gayung bersambut, dalam waktu beberapa hari berdatangan donasi dan bantuan, baik dari warga Yogyakarta maupun daerah lain. “Bantuan dan donasi dari berbagai daerah lain juga luar biasa,” tutur Paksi. Bahkan, Paksi menyebutkan beberapa teman yang bergerak di bidang distro ikut memproduksi APD, totalnya ada 34 UKM distro turut terlibat. Dari sini, mereka mampu menghasilkan 25 ribu APD gratis pada bulan Juni lalu. Ia menjelaskan bahwa seratus persen donasi yang masuk digunakan untuk biaya prosduksi dan didonasikan ke seluruh Indonesia.
Dari gerakan ini, Paksi merasa ada dua manfaat yang diterima. Pertama, dari segi sosial yaitu mampu menyalurkan APD ke seluruh Indonesia. Kedua, yaitu usaha beberapa UMKM akhirnya berjalan, meskipun beralih fungsi dari menjahit pakaian menjadi APD. “Jadi, operasional yang harus kami tanggung tertutupi dari situ, meskipun kami tidak mengambil untung,” ungkap Paksi. Ia juga mengakui, meskipun gerakan ini terbilang spontan tetapi dukungan yang diberikan masyarakat luar biasa.
Berbeda dengan Paksi yang mengelola UMKM, Retas Amjad menceritakan bagaimana Shirvano, perusahaan konsultan arsitektur dan perencanaan tempatnya bekerja mampu bertahan di tengah pandemi. Setidaknya ada empat solusi yang dilakukan Retas dengan timnya sejak Juli lalu. Solusi tersebut adalah: riset internal, membuat guideline during and post pandemi, terapi berbagi, dan branding serta market penetration.
Lebih lanjut, Retas menjabarkan mulanya dilakukan riset ke semua tim. Riset ini meliputi, jam efektif kapan, bagaimana pola bekerja di rumah dan di kantor. Kemudian setelah data terkumpul baru dibuat guideline, arahan, dan Standard Operating Procedure (SOP) kerja selama pandemic. Selain itu, Retas juga bercerita mengenai terapi pandemi. Baginya, di masa sulit ini berbagi justru akan membuat bahagia dan bersyukur. “Itu yg membuat kita semangat lagi dan bersyukur bahwa masih ada masa depan,” imbuhnya. Beberapa contoh kegiatan berbagi yang dilakukan adalah dengan: berbagi ke beberapa masjid; pembuatan masterplan kampus secara gratis di Sumbawa dan Sembalun, Nusa Tenggara Barat; dan juga menghimpun donasi melalui diskusi daring.
Retas juga mengungkapkan bahwa diperlukan strategi untuk beradaptasi di masa pandemi ini. Menurutnya, strategi-startegi perusahaan yang mampu berkembang dan bertumbuh yaitu yang progresif, tidak melempem, dan melakukan penetrasi ke pasar. Ia mengakui, pandemi membuat bisnis-bisnis yang tidak realistis dan belum totalitas akan terkunci, bertahan atau bangkrut. Meskipun begitu, ia tidak memungkiri akan ada jalan bagi yang mau bertahan. “Pandemi juga akan membuka jalan bagi mereka yang optimis, adaptif, terus bertumbuh, dan pintar mencari peluang,” ungkapnya. (/anf)