“Disertasi, it’s beyond us, lebih dari diri kita sendiri. Ada banyak faktor disekitar kita yang sangat menentukan apakah kita bisa sukses atau tidak,” ujar Indri Apriliyanti, S.I.P., MBA (dosen departemen Manajemen Kebijakan Publik, yang kini sedang menempuh S3 di University of Agder, Norwegia). Kutipan tersebut salah satu yang disampaikan Indri dalam Fisipol Talk: Time & Stress Management for PhD Students yang diselenggarakan Rabu, 15 Maret 2017 bertempat di Gedung BB Ruang 216 Lantai 2, Dekanat FISIPOL UGM. Acara ini dimulai pada pukul 10:00-11:30 dan menjadi sesi berbagi pengalaman antar mahasiswa S3 yang sedang menyelesaikan disertasi di FISIPOL UGM.
Dalam pertemuan tersebut, Indri membuka sesi sharing dengan memperkenalkan diri dan pendidikan yang sedang ia tempuh di University of Adger, Norwegia. Indri merupakan dosen di Departemen Manajemen Kebijakan Publik yang sejak September 2015 hingga kini menempuh pendidikan S3 di School of Business and Law, Jurusan International Management.
“Saya sudah satu setengah tahun lebih jadi mahasiswa S3. Di University of Adger output disertasinya berbeda dengan di Indonesia atau dengan Universitas Gadjah Mada. Kami diminta untuk menulis 4 artikel disertasi dan KAPA. KAPA adalah introduction, methodology dan lain-lain yang isinya itu untuk mencari benang merah dari keempat artikel disertasi ini. Jadi, keempat artikel disertasi ini punya topik yang berbeda-beda. KAPA ini tugasnya atau fungsinya adalah untuk merangkai keempat tulisan disertasi. Satu paper saya bentuknya kuantitatif, metodologinya meta analisis sedangkan 3 paper disertasi yang lain metodologinya kualitatif jadi menggunakan multiple methodological case Yin. Kami diwajibkan untuk mempublikasikan satu artikel disertasi kami dan itu juga harus dipublikasi di jurnal internasional dengan impact factor tertentu jadi tidak hanya yang terdaftar tapi juga punya impact factor minimal,” jelas Indri.
Selanjutnya, Indri memberikan tips-tips yang dapat digunakan selama proses pengerjaan disertasi, apa yang harus dilakukan ketika underpressure dan apa yang harus kita lakukan ketika banyak sekali distraksi.
1. Mengenali situasi yang sedang kita hadapi.
Bagaimana kita menghadapi waktu? Coba reflektif lagi apakah waktu yang kita gunakan efektif? Karena seringkali ada distraksi selama kita mengerjakan pekerjaan baik itu sosial media, keluarga, anak-anak, teman atau mungkin kegiatan-kegiatan lain. Kita akan menemukan distraksi-distraksi itu, ketika kita bisa mengenali distraksinya apa saja dan bisa mengetahui dalam sehari itu menghabiskan waktu berapa jam.
2. Identifikasi prioritas.
Kita harus bisa mengidentifikasi prioritas kita apa dan bagaimana cara kita mencapai prioritas yang sudah kita setup. Contohnya di semester kedua di tahun pertama menjadi mahasiswa S3, kita harus punya prioritas membaca artikel jurnal sebanyak mungkin atau membaca buku sebanyak mungkin. Kita harus tahu berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk membaca buku atau jurnal disertasi, misal target 2 bulan nah dalam 2 bulan berapa buku yang harus dibaca atau dalam seminggu berapa target buku yang kita baca. Maka dari itu penting untuk mengetahui prioritas dan yang paling penting apa rencana yang harus kita susun untuk bisa mencapai target yang sudah kita rencanakan sebelumnya.
3. Kenali lingkungan bekerja seperti apa yang Anda inginkan.
Kita paling bisa bekerja produktif di lingkungan seperti apa. Lalu mengenai waktu, ada orang yang bekerja paling efektif ketika malam atau dinihari. Itu semua tergantung pola yang telah kita bangun dan di lingkungan seperti apa kita paling bisa bekerja secara efektif. Misal, ada satu teman yang harus bekerja di tempat yang sepi bahkan suara orang ngobrol atau suara orang mengetuk-ngetuk pintu sangat menggangunya. Tipsnya adalah dia pergi keluar kota dan menginap di hotel. Selama 5 hari tidak kemana-mana karena tidak ada transportasi dan tidak ada keluarga serta teman disana dan ia bekerja efektif. Mungkin cara seperti ini bisa menjadi pilihan.
4. Identify distractions and avoid.
Yang menarik adalah kalau kita bisa memblok segala macam interupsi dan distraksi selama 60-90 menit seperti email, sosial media, ngobrol dengan teman, maka kita bisa mengerjakan sesuatu sangat banyak. Dibandingkan jika kita mengerjakan tiga jam tapi disambi bales email, menurut riset ketika orang membaca email lalu sudah selesai membaca email lalu membalas email, kita butuh waktu untuk tune in lagi dengan tulisan kita dan membutuhkan waktu kira-kira 15 menit.
5. Memberikan reward ke diri sendiri.
Nah kita harus tahu bahwa PhD itu bukan sprint (lomba lari cepat jarak pendek), berlari dengan cepat di depan tetapi kehabisan energi setelahnya. PhD berbeda dengan mengerjakan master tesis. PhD adalah mengerjakan dengan marathon kita harus bisa memanage energy, memanage fokus kita dan caranya adalah rehat, jangan terlalu memaksakan mengerjakan sesuatu. Kalau badan mengatakan stop ya berhenti. Lalu bagaimana dengan personal life kita? Karena ketika kita mengerjakan disertasi kita memiliki personal life dengan berbagai macam identitas yang kita miliki. Baik-baik sajakah personal life kita? Kesehatan kita bagaimana? Dua hal ini sekeras apapun kita bekerja kita juga harus fokus ke dua hal tersebut. Mengapa? Kalau salah satu dari dua hal ini atau malah keduanya stumbling bisa sangat mempengaruhi pengerjaan disertasi kita.
6. Tahu kapan kita harus berhenti.
Jika kita mempunyai perencanaan yang baik, bisa memanage waktu dengan baik, kita tidak perlu bekerja 12 jam sehari untuk menyelesaikan PhD, karena ada yang harus kita perhatikan yaitu kehidupan pribadi dan kesehatan kita.
Setelah membagikan tips-tips diatas Indri memberikan beberapa catatan penting. Pertama, jangan menunda pekerjaan, tetap menjaga hubungan baik dengan supervisor, jangan mengerjakan pekerjaan di waktu deadline, tetap menjalin hubungan baik dengan keluarga dan teman akan tetapi tetap menjaga waktu kapan mengerjakan disertasi dan waktu untuk bercengkrama, dan jangan lupa menjaga kesehatan mental dengan berbicara kepada keluarga serta teman. (/dbr)