Minimnya informasi yang dimiliki pelaku UKM tentang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, secara tidak langsung membuat UKM di Kota Yogyakarta belum memiliki persiapan menghadapi MEA.
Hal tersebut diungkapkan Hempri Suyatna selaku peneliti dari FAkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM saat memaparkan hasil penelitiannya tentang Kajian Daya Saing UKM KOta Yogyakarta dalam Menghadapi MEA 2015 kepada Pemerintah Kota Yogyakarta.
Menurutnya, dari hasil survei yang ia lakukan kepada para pelaku UKM Kota Yogyakarta , hanya 52 persen saja yang memahami apa itu MEA. Tetapi pengetahuan tersebut tak diikuti tindakan untuk melakukan persiapan.
“Kebanyakan mengetahui MEA itu hanya soal jualan produk. Padahal ada 12 sektor jasa masuk MEA seperti misalnya kesehatan, pendidikan, perbankan, pariwisata. Jadi persiapan itu harus mulai segera dilakukan di segala bidang,” kata Hempri , Selasa (7/4).
Tak hanya pengetahuan yang kurang tentang MEA UKM Kota Yogyakarta juga measih memiliki keterbatasan dalam hal permodalan. Dari 18.372 UKM selama 2015, hanya 37,8 persen saja yang memiliki modal di atas RP 50 juta. Sumber modal pun kebanyakan baru dari dana pribadi. Untuk itu sebagai tim peneliti, Hempri memberi rekomendasi kepada Pemerintah Kota Yogyakarta untuk bisa mengembangkan potensi UKM agar lebih siap menghadapi MEA.
Antara lain mempermudah akses permodalan UKM lewat lembaga keuangan mikro (LKM) seperti koperasi atau baitul mal, mendorong pusat-pusat inovasi desain produk agar bisa menghasilkan produk inovatif, membuat pemetaan pasar yang meliputi standar produk, mekanisme ekspor dan impor serta tren permintaan produk.
Wakil Walikota Yogyakarta, Imam Priyono, mengakui selama ini promosi produk UKM Kota Yogyakarta belum maksimal. Kebanyakan orang yang dikirim untuk melakukan promosi ke daerah lain hanya memiliki mindset sebatas menjual produk saja, tanpa ada unsur promosi. (dilansir dari sumber Tribun Jogja, Rabu 8/4/2015, halaman 15)