Yogyakarta, 23 Juni 2023 – Dosen Hubungan Internasional Dr. Luqman Nul Hakim disemanisasikan buku karya hasil penelitian S3-nya di University of Melbourne berjudul ‘Islamism and The Quest for Hegemony in Indonesia’ melalui diskusi bulanan Unit Penelitian, Publikasi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (UP3M) UGM. Kegiatan diskusi diselenggarakan di Selasar Barat FISIPOL UGM dan dimoderatori oleh Dosen Departemen Politik Pemerintah, Alfath Bagus Panuntun, E.N.I., M.A. pada Jumat (23/6).
Buku ini menempatkan perdebatan Islam dan politik dalam tiga wacana utama, yakni nation state building, developmentalisme, dan terakhir adalah demokrasi. Ini melacak kembali konteks sosial yang membuat artikulasi Islam muncul dan berubah serta bagaimana pola kontestasinya di masing-masing wacara tersebut.
Pada bagian nation state building, Luqman menggarisbawahi tentang tiga political discourse di Indonesia yang terdiri dari Islamisme, komunisme, dan nasionalisme. Kemudian pada konteks developmentalisme diawali dengan korporatisasi oleh Soekarno yang berganti Soeharto, berkaitan dengan Masyumi sebagai partai berbasis Islam yang saat itu beroperasi dari politik kemudian berganti strategi menjadi civil society.
“Ini berdampak besar pada tahun 80-an, karena ketika mereka bergerak secara civil society maka ada tiga keuntungan. Pertama mereka tidak dicurigai militer, kedua mereka akan diminta mengirim da’i ke wilayah eks-komunis, dan ketiga mereka memfokuskan dan mendirikan dakwah disekitar kampus,” Jelas Luqman. Menurutnya proses itulah yang membentuk basis politik baru Islam Indonesia di awal orde baru yang disebut generasi muslim pada tahun 1990- an.
Pada akhir orde baru dan kemunculan liberalisasi politik, kontestasi Islam yang rumit di Indonesia ditambah discourse global yang hegemonic kemudian menyudutkan Islam sebagai agency. Menurut penjelasan Luqman, Islam dianggap tidak boleh mendirikan agency karena dikhawatirkan memiliki agenda terselubung untuk mengislamkan Indonesia, misalnya melalui perda-perda syariah.
“Menariknya, proponen perda-perda syariah bukan dari partai Islam, tapi politisi dan birokrat atau kolaborasi dengan other parties,” jelas Luqman.
Terakhir, pemilihan judul ‘Islamism and The Quest for Hegemony in Indonesia’ oleh Luqman karena pertanyaan publik tentang “Islam hegemonic atau tidak”. Menurut Luqman, Islam sangat terfragmentasi dan justru melahirkan polarisasi di Islam atau muslim sendiri yang disebut Islamic populism. Dalam bukunya Luqman juga menjelaskan bagaimana fragmentasi pada umat Islam di Indonesia kemudian memunculkan electoral populism. (/dt)