Upaya dan Evaluasi Strategi Komunikasi Publik Pemerintah Terkait COVID-19

Yogyakarta, 29 November 2020Korps Mahasiswa Komunikasi (Komako), Fisipol, UGM bekerja sama dengan Pandemic Talks menggelar diskusi bertajuk “Menilik Komunikasi Publik Pemerintah di Masa Pandemi”. Acara ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Kepala Seksi Data Informasi dan Humas Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Verry Adrian, Praktisi Marketing Communication sekaligus Inisiator Pandemic Talks Firdza Radiany, dan Dosen Departemen Ilmu Komunikasi (Dikom) UGM Nyarwi Ahmad. Mahasiswa Dikom Alfredo Dwiputra menjadi moderator acara yang diikuti oleh 38 orang melalui ruang pertemuan virtual Zoom ini.

Verry menjelaskan strategi Dinkes Provinsi DKI Jakarta dalam sosialisasi seputar COVID-19. Dia mengatakan, Dinkes Provinsi DKI Jakarta membuat posko Jakarta Tanggap COVID-19, yakni layanan untuk menjawab pesan dan telepon dari masyarakat yang bertanya seputar COVID-19. Posko tersebut menjadi salah satu pusat informasi bagi orang yang mencari tahu tentang COVID-19. “Hal ini memberi dampak positif kepada masyarakat karena banyak orang yang merasa lebih paham ketika terjadi interaksi atau tanya jawab seputar COVID-19,” terang Verry. Dia menambahkan, promosi kesehatan juga dilakukan melalui media komunikasi digital. Menurut Verry, media sosial Instagram membantu sosialisasi kesehatan pemerintah menjadi lebih efektif.

Verry juga menjelaskan setidaknya ada tiga tantangan komunikasi kesehatan bagi pemerintah, khususnya Dinkes Provinsi DKI Jakarta. Pertama, informasi tentang COVID-19 sangat cepat berubah. Menurut Verry, pedoman untuk sosialisasi tentang COVID-19 di posko saja sudah direvisi sebanyak lima kali karena ada perubahan-perubahan, baik tentang gejala, alat pelindung diri bagi masyarakat, dan sebagainya. Kedua, jumlah sumber daya manusia dalam mengomunikasikan tentang kesehatan publik terbatas. Ketiga, keengganan sebagian masyarakat untuk mencari informasi yang valid. “Petugas kesehatan sudah terkonsentrasi ke pusat kesehatan, sehingga jumlah tenaga penyuluhan berkurang,” jelas Verry.

Upaya mengedukasi masyarakat luas tentang pandemi COVID-19 juga dilakukan dari unsur masyarakat, salah satunya akun Instagram Pandemic Talks. Firdza mengatakan, Pandemic Talks hadir sebagai ruang edukasi dan berdiskusi bagi masyarakat tentang COVID-19. Tim Pandemic Talks menjalankan strategi komunikasi dengan gaya marketing komunikasi di industri konsumen retail. Firdza menjelaskan, konten-konten Pandemic Talks mengikuti tren pencarian masyarakat melalui mesin pencarian Google atau statistik di media sosial. “Poinnya adalah, kami memberi informasi tentang apa yang ingin mereka dengar,” tutur Firdza.

“Komunikasi yang dilakukan pemerintah selama ini ‘menyuruh’ masyarakat untuk mematuhi aturan, sehingga masyarakat ditempatkan sebagai objek bukan subjek,” jelas Firdza. Menurut dia, mestinya pemerintah menempatkan masyarakat sebagai subjek yang perlu memahami konteks pandemi secara utuh. Dia mengatakan, pemerintah bisa meniru strategi komunikasi industri konsumen retail dengan cara menghadirkan tokoh dan konten sesuai dengan kelompok audiens. Dengan cara ini, pemerintah dapat memberi pemahaman kepada masyarakat melalui konten yang sesuai dengan jenis golongan masyarakat, misalnya golongan perempuan dan laki-laki, golongan umur tertentu, dan sebagainya. Sebab, kata Firdza, jenis konten yang sifatnya tunggal justru akan membuat masyarakat terjebak pada ruang gema (echo chamber).

Senada dengan Firdza, Nyarwi menyampaikan bahwa strategi komunikasi publik pemerintah masih belum efektif. Menurut Nyarwi, banyak hal dalam komunikasi publik pemerintah tidak didesain secara komprehensif, melainkan reaksional. Artinya, pemerintah baru memberikan respon setelah peristiwa terjadi. Dia menambahkan, kecenderungan regulasi yang ada di Indonesia belum menempakan komunikasi publik sebagai dasar menjalankan pemerintahan, sehingga yang ada hanya komunikasi pemerintahan. “Sensitivitas terhadap wabah belum muncul,” jelas Nyarwi.

“Pandemi ini mestinya mengubah paradigma pemerintah terutama terkait kesehatan publik,” tutur Nyarwi. Menurut dosen Komunikasi Publik ini, kemampuan gerak virus lebih cepat dari waktu yang dibutuhkan pemerintah dalam menyusun kebijakan, sehingga pemerintah perlu meminimalisir kendala terkait regulasi. Nyarwi menambahkan, komunikasi publik harus masuk dan menjadi faktor penting dalam pembentukan regulasi yang mendukung atau memudahkan hal-hal terkait penanganan wabah. Menurut Nyarwi, aspek regulasi dan paradigma penting untuk diperjelas sebelum membuat model dan memetakan aktor dalam komunikasi publik. (/NIF)