Shiela Mutia Larasati, Hariz Ghifari, Ashari Ariya, Harri Songko, dan Achmad Farizi adalah lima mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisipol yang berhasil meraih penghargaan bergensi di ajang Plural+2017. Ajang tersebut diselenggarakan oleh International Organization of Migration (IOM) dan United Nations Alliance of Civilizations. Sheila yang ditemui pada 3 Desember lalu membenarkan hal tersebut. Ia dan teman-temannya berhasil menyabet penghargaan dalam kategori International Jury usia 18 – 25 tahun Plural+ 2017 Youth Video award.
Shiela mengungkapkan bahwa ada empat tema yang disediakan dalam perlombaan ini, yaitu migration, social inclusion, diversity, dan xenophobia. “Awalnya memang kita bingung mau ngangkat apa, kita tahu pengumuman lombanya di Google H-7 dari deadline, yaudah kita cari-cari tema yang dekat dan mudah dibuat video. Akhirnya, kita mengangkat tentang diskriminasi orang Papua di Jogja,” ungkapnya.
Shiela menceritakan awal ide video tersebut berasal dari pengalaman salah satu temannya. “Waktu itu ada teman yang mirip orang Papua tapi sebenarnya bukan, dia main ke kos temennya, lalu ibu kosnya bilang, mas lain kali jangan ngajak orang Papua kesini, mereka sering buat masalah,” papar Shiela. Menurutnya, stigma buruk tersebut memang sudah melekat pada mahasiswa Papua. Tentu stigma ini akan menimbulkan perlakuan buruk dari masyarakat kepada orang-orang Papua. Oleh karena itu, Sheila dan empat temannya memutuskan untuk mengangkat tema ini menjadi sebuah video.
Video yang berdurasi tiga menit delapan detik ini diperankan oleh Oky sebagai orang Papua yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan selama di Jogja. “Dia sebenarnya asli Maluku, tapi tinggal di Papua. Disini Oky dianggap orang Papua yang selalu diejek, heee… orang Papua orang Papua. Giliran ada orang Padang atau dari etnis lain tidak diejek seperti itu. Nah, di dalam video ini si Oky menceritakan bagaimana dia didiskriminasi,” tambah Shiela.
Meskipun pengerjaannya relatif singkat, Shiela mengaku tetap berusaha maksimal dalam mengerjakan video tersebut. Tidak tangung-tanggung, berkat video itu, Shiela dan teman-temannya berangkat ke New York secara gratis untuk menerima penghargaan di malam awarding ceremony pada tanggal 9 -10 November lalu. “Yang masukin video ada sekitar 324 video dari 67 negara, tapi yang diundang ke sana hanya ada sekitar 20an peserta,” ungkap Shiela. Selain itu, dari puluhan perwakilan negara, Shiela dan kawan-kawannya adalah satu-satunya peserta dari Indonesia yang hadir dalam ajang bergengsi tersebut.
“Pas di sana semua video yang menang diputar di depan semua yang hadir di awarding ceremony dan setiap peserta harus ada perwakilan untuk bicara ke depan. Kebetulan saya yang mewakili teman-temen. Alhamdulilah lancar,” papar gadis asal Solo ini. Dalam pemaparannya di depan perwakilan 67 negara, Shiela mengungkapkan mengenai equality, bahwa setiap orang harus dipandang secara adil, tidak ada perbedaan meski kita berasal dari ras yang berbeda. Oleh karena itu, melalui video tersebut Shiela dan teman-temannya ingin menyampaikan bahwa equality adalah hak semua orang, tanpa terkecuali. (/ran)