Sabtu sore (27/6) Ampitheater Utara Perpustakaan Pusat ramai oleh beberapa komunitas yang sedang mengadakan pertemuan. Diantaranya ada Komunitas Jendela, Buku Bagi NTT, Rumah Baca Komunitas dan Jogjakarta Mengajar. Pertemuan komunitas-komunitas tersebut dalam satu tempat dan waktu bukan tanpa alasan. Keempat komunitas tersebut dihadirkan dalam rangka acara yang digagas Youthsure yang bertema Pendidikan dan Minat Baca. Acara gathering yang dihadiri beberapa komunitas tersebut merupakan ajang untuk berbagi dan membangun jaringan antar komunitas sambil berdiskusi mengenai minat baca dan pendidikan.
Pada gathering tersebut masing-masing menceritakan pengalaman komunitasnya masing-masing. Dimulai dari Komunitas Jendela yang bercerita mengenai kegiatan sosialnya di Desa Turgo, Sleman. Di desaitu, Komunitas Jendela melakukan kegiatan mengajar anak-anak dan membuat rumah baca. Selain itu, komunitas ini juga mempunyai program berupa mobile library. Program tersebut merupakan upaya untuk membudayakan, khususnya anak-anak untuk mau membaca.
Kemudian, ada Buku Bagi NTT. Komunitas ini merupakan komunitas yang khusus melakukan pengumpulan buku untuk kemudian dikirimkan lagi ke daerah-daerah khususnya di NTT. Ada juga Rumah Baca Komunitas yang beralamat di Jalan Parangtritis KM 3,5 Sewon, Bantul. Komunitas ini memiliki tujuan untuk meningkatkan pengalaman membaca dan membantu masyarakat untuk mampu membentuk wacana kritis. Salah satu programnya adalah membuka perpustakaan terbuka di Alun-Alun Selatan tiap hari Minggu.
Terakhir ada komunitas Jogjakarta Mengajar. Komunitas yang baru berdiri selama tiga bulan ini sudah melakukan program pengajaran di beberapa kampung di Jogja. Secara khusus komunitas ini fokus untuk melakukan pendidikan karakter terutama untuk anak-anak yang mengikuti Pendidikan Usia Dini (PAUD). Lebih dari itu yang patut diapresiasi dari komunitas ini adalah adanya anggota yang berhasal dari pelajar terutama tingkat SMA.
Meski demkian, diakui oleh beberapa komunitas kegiatan sosial yang mereka laksanakan bukan tanpa kendala. Salah satunya adalah kendala dana yang kerap kali membuat kegiatan yang dilaksanakan menjadi terbatas. Kendala tersebut salah satunya dialami oleh Buku Bagi NTT.
“Salah satu kendala terberat adalah dana bagi komunitas kami. Biaya untuk mengirim buku dari Jogja ke NTT sangat mahal. Seringkali kami kewalahan terkait hal itu,” tutur Agata, salah satu anggota Buku Bagi NTT.
Selain masalah dana, seringkali komunitas mengalami kekurangan sumber daya relawan atau anggota untuk kegiatan sosial yang diadakan. Hal ini lantaran para relawan atau anggota komunitas adalah mahasiswa yang notabene memiliki batas waktu tinggal di Jogja. Pun demikian, proses keanggotaan di dalam komunitas seringkali sangat cair dan tidak terikat. Salah satu kendala ini diamini oleh salah satu anggota Komunitas Jendela.
“Bagi Komunitas Jendela, salah satu kendalanya justru ada pada sumber daya manusia. Seringkali anggota komunitas mudah berubah karena anggotanya kebanyakan mahasiswa yang punya waktu terbatas sesuai lama kuliah,” ungkap Ammar, Koordinator Komunitas Jendela Yogyakarta.
Menanggapi banyaknya minat baca masyarakat hari ini ada cerita menarik dari dua komunitas yakni Buku Bagi NTT dan Rumah Baca Komunitas.
Minat baca bagi masyarakat NTT terbilang cukup tinggi. Hal ini diakui oleh Agata yang seringkali kewalahan menerima permintaan beberapa rumah baca di NTT yang meminta bantuan untuk mengirim buku. Bahkan, seringkali rumah baca atau sekolah yang meminta bantuan buku kepada Buku Bagi NTT telah menentukan tema yang diinginkan oleh mereka.
“Seringkali kami menerima permintaan buku dari satu rumah baca atau sekolah yang sama dan itu berulang hingga dua sampai empat kali,” kata Agata.
Selain itu, seperti yang dialami oleh Rumah Baca Komunitas, kegiatan perpustakaan yang dibuka di Alun-Alun Selatan setiap minggu selalu ramai didatangi warga sekitar. Bahkan seringkali beberapa pedagang juga ikut meminjam dan membaca melalui perpustakaan tersebut. (D-OPRC)